BERSIKAP SETIA
BERSIKAP SETIA
Renungan Harian Youth, Rabu 22 Juni 2022
Amsal 19:22, “Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya; lebih baik orang miskin dari pada seorang pembohong.”
Berbicara tentang kesetiaan, ada banyak hal yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan dari kesetiaan itu sendiri yaitu ketekunan dan kesabaran. Salomo menyadari bahwa kesetiaan sungguh sangat berharga, bernilai tinggi melebihi kekayaan. Namun tidak mudah menemukan sifat setia dalam diri seseorang, “Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?” (Amsal 20:6).
Penulis Kitab Amsal memberi tekanan pada kesetiaan bukan tanpa maksud. Dalam Amsal 19:22, Salomo memberi perbandingan yang amat ekstrem, yaitu lebih baik hidup miskin ketimbang hidup dalam dusta/ kebohongan. Secara tersirat penulis Kitab Amsal membandingkan orang yang tidak setia seperti seorang pembohong. Bohong itu berkata-kata dusta yang mengakibatkan kerusakan kehidupan bersama. Artinya kesetiaan itu berfungsi menjaga apa yang sudah diikrarkan dan untuk menciptakan kehidupan bersama yang damai sejahtera.
Tuhan menghendaki agar kita memiliki kesetiaan dan setia dalam segala hal. Untuk mencapai perkara-perkara besar dan menikmati janji-janji Tuhan tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, dibutuhkan sebuah usaha keras dan perjuangan. Namun semuanya itu berawal dari hal-hal yang kecil/sederhana, dan dari situ akan terlihat apakah kita setia atau tidak. Bagi Tuhan tidaklah sulit untuk memberkati kita, tetapi Dia ingin melihat sejauh mana kita setia kepadaNya.
Keberhasilan adalah hasil dari kesetiaan.
Firman Tuhan menyatakan apabila kita setia dalam perkara yang kecil, Tuhan akan memberika kita perkara yang besar. Apabila kita tidka benar dalam perkara yang kecil, maka kita juga tidka benar dalam perkara yang besar. Maka dari itu, “…kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan.” (1 Timotius 6:11). Kesetiaan tidak mengenal musim dan waktu! Dalam keadaan apa pun, mari kita setia kepada Tuhan. Apa pun yang dipercayakan Tuhan kepada kita, merilah kita lakukan itu dengan penuh kesetiaan walaupun di masa-masa ekarang banyak orang Kristen yang tidak lagi setia kepada Tuhan. Karena penderitaan, sakit-penyakit, uang, jabatan atau jodoh mereka mulai meninggalkan pelayanan, malas datang beribadah kepada Tuhan, bahkan ada yang sampai menyangkal imannya. Daud pun berkata, “…telah lenyap orang-orang yang setia dari antara anak-anak manusia.” (Mazmur 12:2)
Perihal kesetiaan, Tuhan Yesus telah memberi teladan kepada kita. Meski harus mengalami penderitaan, kesetiaanNya terhadap Bapa tidak pernah berubah, bahkan Ia rela mati di atas kayu salib bagi keselamatan manusia. Dari sinilah kita benar-benar memahami arti kata setia yang berbicara mengenai sikap berpegang teguh baik pada janji dan tetap bertahan dalam segala keadaan apapun yang terjadi.
Tetapi setia bukan hanya soal waktu tetapi juga soal hati.
Misalnya seorang karyawan apakah bisa dianggap setia jika dia bekerja berpuluh tahun di tempat yang sama tetapi sebenarnya hatinya tidak berada disitu? Kelihatan fisiknya saja berada ditempat yang sama tetapi ditempat yang sama juga dia melakukan banyak sekali kecurangan yang merugikan perusahaan ditempat dimana dia bekerja. Jika kesetiaan hanya berbicara soal waktu maka banyak orang hanya akan bertahan baik dalam pernikahan, dalam pekerjaan, dalam pertemanan tetapi keadaan yang sebenarnya mereka tertekan dan tidak bisa menikmati waktu yang sudah dijalaninya. Tuhan ingin supaya kita menjadi anak-anakNya yang setia, bukan hanya soal waktu saja tetapi juga soal hati. Sehingga jika kita melayani dengan setia kita juga melakukannya dengan sepenuh hati. Jika kita beribadah kita juga melakukannya dengan sepenuh hati, bahkan ketika kita mempertahankan iman kita juga dengan sepenuh hati.
Kesetiaan akan teruji juga oleh keadaan bukan hanya pada saat yang nyaman tetapi saat yang “tidak nyaman” tetap melakukan hal yang sama. Tetap melakukan walaupun tidak dipuji, tetap bersukacita melakukan walaupun tidak dilihat, itulah yang namanya kesetiaan.
Rekan-rekan youth, Amsal juga memberikan perumpamaan bahwa lebih baik menjadi orang miskin. Bukankah kemiskinan itu selalu dihindari semua orang? Tidak ada seorang pun yang mempunyai cita-cita atau berharap menjadi orang miskin. Bagi Amsal, kemiskinan justru diinginkan, jika dalam kemiskinan itu dapat membuat orang menjadi setia, bukan pembohong. Tetapi jangan juga menjadi kebalikannya: orang yang makmur tetapi penuh kebohongan. Bisa terjadi juga, semua kemakmuran dan kekayaan akan hilang dalam sekejap karena kebohongan. Kebohongan pasti merusak semua sendi relasi, baik dalam keluarga maupun bersama orang lain. Itulah sebabnya Amsal memberikan perumpamaan bahwa lebih baik menjadi orang miskin. Sekalipun miskin, jika semua dijalani dengan kesetiaan, maka hidup miskin itu tidak akan terasa menjadi miskin. Dalam kemiskinan, masih ada nilai yang memberikan sukacita, yakni kesetiaan.
Setia dalam menjalani hidup bersama akan mendatangkan sukacita yang sejati.
II Tesalonika 2:33, “Tetapi Tuhan adalah setia. Ia akan menguatkan hatimu dan memelihara kamu terhadap yang jahat.
Apapun yang kita lakukan hari ini, lakukanlah dengan setia. Tuhan menjamin kita dengan kekuatan yang dapat membawa kita untuk bertahan dan setia dalam segala keadaan. Sebagai anak-anak muda Kristen, sudah selayaknya kita meneladani pribadi Kristus yang setia sampai akhir. Berlakulah setia dan adil kepada pasangan hidup kita. Milikilah pribadi ideal sebagai sosok yang setia.
Seperti Kristus yang setia hingga akhir demikian pula kita hendaknya setia
Amin, Tuhan Yesus Memberkati.
RM – YDK