Disiplin atau Rutinitas ?

May 26, 2021 0 Comments

Renungan Harian Rabu, 26 Mei 2021

Syalom Selamat Pagi Bapak Ibu Saudara-Saudara Sekalian yang dikasihi Tuhan Yesus . . . .

Rutinitas adalah sesuatu yang kita lakukan untuk menjaga status quo, Rutinitas tidak mengubah atau meningkatkan apa pun. Rutinitas tidak membutuhkan banyak usaha keras. Rutinitas hanya membutuhkan sedikit pemikiran, tidak memerlukan perencanaan, tidak membutuhkan evaluasi. Malah, ketika kita sedang melakukannya, kita bisa sambil melakukan hal lain, misal: mendengarkan radio sambil mempersiapkan diri untuk berangkat bekerja atau sambil menyetir kendaraan ke kantor. Rutinitas hanya membutuhkan sedikit waktu dan sedikit ketidaknyamanan. Rutinitas juga jarang diubah. Kita setiap hari selalu berangkat kerja melewati jalan- jalan yang sama, melakukan persiapan kerja dengan mengikuti urutan yang sama atau membersihkan dapur setelah makan dengan cara yang sama. Rutinitas tersebut baik bagi kita, namun sebenarnya tidak membuat kita berkembang di bidang-bidang kehidupan tersebut.

Disiplin adalah sesuatu yang kita lakukan dengan tujuan agar terjadi perubahan. Tidak terkecuali dalam kerohanian, setiap orang pun perlu melakukan disiplin rohani.

Disiplin rohani dilakukan untuk meningkatkan kualitas pertumbuhan rohani yang dewasa.  

Misalnya: membaca Firman, berdoa, puasa, saat teduh, penyembahan, pelayanan, dsb. Kedisiplinan perlu usaha yang besar sehingga tubuh kita naik ke level yang lebih tinggi melalui latihan setiap hari. Disiplin yang baik membutuhkan membuat rencana, mengawasi kemajuan, mengevaluasi. Disiplin melibatkan investasi waktu, kita harus mengorbankan aktivitas-aktivitas lain yang mungkin sebenarnya lebih kita sukai dan kita sungguh-sungguh akan mengkonsentrasikan waktu dan usaha agar bisa menguasai disiplin-disiplin tersebut karena kita yakin usaha tersebut dapat memberikan apa yang kita inginkan.

Permasalahan timbul ketika kita mengizinkan hal yang disiplin menjadi semacam rutinitas saja!!

Allah memberikan kita anugerah disiplin (disiplin rohani) sebagai cara untuk menolong kita bertumbuh dalam kasih kepada-Nya dan kepada sesama kita. Namun, ketika praktik disiplin rohani diizinkan berubah menjadi rutinitas saja maka disiplin rohani itu kehilangan kuasanya.

Pada zaman Yesus hidup di dunia, tidak ada kelompok lain yang dikenal lebih disiplin selain para pemimpin agama Yahudi. Semua orang mengenal mereka sebagai orang yang paling banyak berdoa, paling mengenal Alkitab, paling setia berpuasa, dan paling sering memberi sedekah kepada orang miskin. Praktik disiplin rohani yang mereka lakukan hanya rutinitas belaka sehingga tidak membantu mereka bertumbuh dalam kasih, baik kepada Tuhan maupun sesama. Banyak diantara mereka malah menjadi sombong, serakah, mengabaikan orang banyak dan sangat melindungi status istimewa mereka di mata masyarakat.

Semua disiplin rohani orang-orang Farisi tidak berguna untuk menolong mereka mengalami kemuliaan Tuhan dan masuk ke dalam anugerah-Nya. Mereka menjalankan praktik disiplin rohani hanya untuk menjaga status mereka di masyarakat dan bukan supaya mereka bertumbuh dalam anugerah dan pengetahuan akan Tuhan. Disiplin rohani mereka telah menjadi rutinitas, yang hanya memberikan kepuasan diri yang besar dan membuat status mereka terlindungi di mata orang banyak. Namun, kehidupan rohani mereka kosong dan tidak mendapatkan persekutuan yang sungguh- sungguh dengan Tuhan. Mereka telah menjadi “kuburan yang dilabur putih”, seperti yang diamati Yesus. Mereka memuaskan diri sendiri, membenarkan diri sendiri, bangga terhadap diri sendiri, dan congkak

Milikilah 3 Hal ini dalam melakukan Disiplin Rohani

1. Memiliki komitmen yang kuat.

Untuk memulai sebuah gerakan disiplin rohani, diperlukan landasan sikap dan tekad yang kuat, yaitu komitmen untuk melakukan sesuatu. Tanpa adanya komitmen yang kuat, mustahil seseorang dapat mencapai tujuan yang diinginkannya.

2. Melatih diri secara berulang-ulang

Orang Yahudi kuno punya cara sendiri untuk melatih anak-anak mereka dalam hal pengetahuan dan nilai-nilai moral serta kerohanian, yaitu mengajarkan nilai-nilai tersebut secara berulang-ulang di berbagai situasi dan kesempatan (Ul 6:7-9). Paulus, dalam surat 1 Korintus 19, menggunakan analogi dunia olahraga untuk menjelaskan tentang latihan rohani yang baik untuk menunjukkan pentingnya berlatih secara berulang-ulang.

3. Menjadikan kebiasaan

Setelah membangun komitmen, berlatih atau melakukan secara berulang-ulang maka akan menjadi kebiasaan. Daniel telah memiliki pola perilaku yang telah menjadi kebiasaan untuk dilakukan setiap hari, yaitu: berlutut, berdoa, memuji Allah, tiga kali dalam sehari (Dan 6:11). Apapun kesibukannya, tidak menghalangi untuk melakukan kegiatan penyembahan tersebut karena telah melekat menjadi kebiasaan yang sukar ditinggalkan.

Membangun disiplin rohani bukanlah proses yang terjadi secara instan, mulai dari membangun komitmen, melakukannya secara berulang-ulang untuk membentuk kebiasaan yang diinginkan. Meskipun bukan proses yang instan, tetapi tidak ada istilah terlambat untuk dilakukannya. Maka mulailah dari sekarang ….

Tuhan Memberkati …..

-TC-

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *