I LOVE ME
Renungan Harian Senin, 05 September 2022
Jika kita menyimak catatan-catatan di Alkitab, maka disitu kita akan menemukan setidaknya ada 4 sasaran dari kasih kita sebagai orang percaya atau sebagai pengikut-pengikut Kristus, yaitu kita mengasihi Allah, kasihilah sesamamu, kasihilah musuhmu, dan mengasihi diri sendiri,dan hal ini adalah dasar dari ketiga hal yang lain. Namun realita yang sebenarnya, kasih yang seperti apa yang kita arahkan kepada Tuhan? Karena betapa sering kita bergumul untuk mengekspresikan kasih kita kepada Tuhan dan kepada sesama. Sehingga yang terjadi apa yang digumulkan oleh rasul Paulus, didalam;
Roma 7:18-19, Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat.
Didalam ayat ini, kita dapat melihat ada pergulatan batin yang dialami oleh rasul Paulus. Apakah pergulatan batin yang dialami oleh rasul paulus dialami sesudah dia bertobat, ternyata tidak. Didalam kehidupan ini, kita juga sering bergumul dengan pemahaman kita, kita mau mengasihi Tuhan dan sesama kita, namun nampaknya hal itu begitu sulit.
”Ekspresi kasih kita terwujud kepada Allah, kepada sesama, bahkan kepada musuh, itu terbangun dari bagaimana cara kita mengasihi diri kita sendiri”
Matius 22:39b, Kasihilah sesamamu manusia, seperti dirimu sendiri.
ayat ini menegaskan bahwa “Tolok ukur untuk mengasihi orang lain adalah kasih yang benar dan tepat kepada diri sendiri”.
Mengapa kadang-kadang hal mengasihi diri sendiri menjadi sesuatu yang kurang nyaman untuk dilakukan? Karena kita kuatir akan dianggap sebagai orang yang egois, orang yang mementingkan diri sendiri, orang yang berpusat kepada diri sendiri, orang yang narsistik. Dan kalau kita tidak bisa mengasihi diri kita sendiri dengan benar dan tepat, hal hal yang nampak baik, ekpresi kasih kita kepada Tuhan dan sesama menjadi sebuah kebutuhan emosional kita, yang muncul dari trauma-trauma relasi kita, sehingga kita berjuang untuk mengasihi Tuhan, namun rasanya tidak pernah cukup, kita datang kepada Tuhan selalu ada yang kurang/tidak ckup, sehingga kita tidak bisa menikmati relasi hubungan cinta dengan Tuhan.
Dan dari ayat-ayat, kita akan ditolong, bagaimana seharusnya kita mengasihi Tuhan, mengasihi sesama dan mengasihi diri sendiri dengan cara yang sehat dan benar:
Matius 22:37-40, Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.”
Dari ayat ini, karakteristik mengasihi Allah secara vertikal, apa saja?
Ayat 37: kita mengasihi dengan segenap hati, segenap jiwa, dan segenap akal budi.
Lalu ukurannya seperti apa mengasihi sesama kita? Patokannya adalah mengasihi diri kita sendiri. Kedua bagian ayat ini menjelaskan bahwa keberadaan kita yang paling mendasar, esensi diri kita, itulah dasar yang sebenarnya.
“syarat utama dan pertama untuk kasih yang otentik adalah “BEING” dan bukan “DOING”.
Lalu bagaimana kita menunjukkan kasih kita? Apakah karena kita mengasihi Tuhan dan sesama atau karna ada kebutuhan-kebutuhan emosional yang tidak kita kenali, bahkan kadang-kadang kita tidak sadari, dan sering dibungkus dengan prinsip-prinsip rohani. Sehingga yang terjadi adalah ekstrim kiri dan kanan.
Karena relasi-relasi kita interpersonal itu sangat ditentukan dan dipengaruhi oleh relasi secara intrapersonal. Bagaimana kita berelasi dengan diri kita akan menentukan bagaimana kita berelasi dengan orang-orang disekeliling kita.
Kalau kita menjadi orang yang selalu judgemental terhadap diri sendiri, maka pada saat kita datang kepada Tuhan, kitapun akan merasa menjadi seperti yang orang yang tidak berguna, dan bersalah dihadapan Tuhan. Lalu saat kita berelasi dengan sesama, kita akan menjadi sangat kritis. Karena didalam diri kita, kita sangat sulit menerima dan mengasihi diri kita sendiri.
Lalu bagaimana cara mengetahui, bahwa kasih kita kepada Tuhan dan sesama dibangun dengan benar? Mengenal diri sendiri
Untuk mengasihi diri sendiri secara benar dan sehat, maka syarat utamanya adalah mengenal diri sendiri.
Kita sering berpikir bahwa kita mengenali diri kita, namun kalau kita menggali lebih dalam tentang diri kita, sebenarnya ada banyak sisi-sisi didalam diri kita yang tidak kita kenali sebenarnya. Sehingga untuk mengasihi diri kita dengan benar, seperti yang Tuhan harapkan, maka dimulai dengan pengenalan akan diri sendiri. Kita tahu identitas kita, kita tahu sisi-sisi dari diri kita sendiri seperti apa.
Kebenaran ini yang akan menolong pada akhirnya, bagaimana kita mengekspresikan kasih kita kepada Tuhan dan kasih kita kepada sesama. Karena kadang-kadang kita mengasihi Tuhan, tanpa sadar cara kita mengasihi Tuhan adalah cerminan dari cara kita mengharapkan kasih sayang dari orangtua dalam relasi-relasi kita.
Socrates pernah mengatakan “KENALI DIRIMU”, lalu cucu muridnya yaitu Aristoteles pernah mengatakan “ Mengenal dirimu sendiri adalah awal dari semua hikmat”.
Tuhan Yesus Memberkati
Rangkuman Khotbah Pdt. Posuka Loke