Rahasia dari Hidup yang “Tak Tertenggelamkan”
Renungan Harian Senin, 05 Juli 2021
(KEJADIAN 6: 9-22)
Nuh mengalami kehidupan yang berkemenangan, ditengah hukuman Allah atas dosa manusia Nuh mendapatkan kasih karunia Allah, kita akan belajar bersama dari kehidupan Nuh bagaimmana memiliki kehidupan yang tidak tergoncangkan
1. Berani “tampil beda” di tengah-tengah dunia yang tidak benar
Kej 6.9 Inilah riwayat Nuh: Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah.
Nuh adalah pribadi yang memiliki kehidupan benar dan tidak bercaela
- Benar (Ibr. saddiq) à seseorang yang memiliki “kebiasaan” hidup benar (bukan orang yang selalu benar, dan tak pernah salah)
- Tidak bercela (Ibr. tamim) à “layak” – namun tidak berarti dia sempurna dan tanpa dosa
Kehidupan Nuh sangat bertolak belakang dengan kehidupan orang-orang yang ada disekitarnya. Dunia di masa Nuh Hidup adalah sebagai berikut
Kejadian 6:5-6, 12 Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata, maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya. Allah menilik bumi itu dan sungguhlah rusak benar, sebab semua manusia menjalankan hidup yang rusak di bumi.
Nuh menjalani kehidupan yang tidak mudah, dia harus bertekun dan harus berjuang untuk melakukan kebenaran. Kuncinya adalah Nuh Bergaul dengan Allah, menjalin persekutuan yang erat dan intim dengan Allah (Kata-kata yang sama digunakan juga untuk Henokh dalam Kej 5: 22, 24)
Tepat seperti Filosofi yang disampaikan oleh Ranggawarsita
“Hidup di zaman edan, gelap jiwa, bingung pikiran, turut edan hati tak tahan, jika tak turut edan, batin merana dan penasaran, tertindas dan kelaparan. Namun janji Tuhan sudah pasti, seuntung apapun orang yang edan lebih selamat orang yang menjaga kesadaran“
(Ranggawarsita)
2. Berani Percaya dan taat sepenuhnya kepada Allah
Kejadian 6:14-16 Buatlah bagimu sebuah bahtera dari kayu gofir; bahtera itu harus kaubuat berpetak-petak dan harus kaututup dengan pakal dari luar dan dari dalam. Beginilah engkau harus membuat bahtera itu: tiga ratus hasta panjangnya, lima puluh hasta lebarnya dan tiga puluh hasta tingginya. Buatlah atap pada bahtera itu dan selesaikanlah bahtera itu sampai sehasta dari atas, dan pasanglah pintunya pada lambungnya; buatlah bahtera itu bertingkat bawah, tengah dan atas.
Tentunya tidak mudah membangun bahtera dengan segala keterbatasan Nuh, Namun Nuh memiliki Iman dan ketaatan sepenuhnya kepada Allah
Ayat 22 Lalu Nuh melakukan semuanya itu; tepat seperti yang diperintahkan Allah kepadanya, demikianlah dilakukannya.
“Selected obedience is not obedience at all; it is merely convenience.” (Ketaatan yang dipilih-pilih bukanlah ketaatan sama sekali; itu namanya mau cari enak sendiri)
3. Berani Bertekun dalam penantian hingga Kebenaran Firman Allah dinyatakan!
NUH HIDUP DALAM 120 TAHUN DALAM PENANTIAN
Kejadian 6:3 Berfirmanlah TUHAN: “Roh-Ku tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam manusia, karena manusia itu adalah daging, tetapi umurnya akan seratus dua puluh tahun saja.”
120 Tahun menunjukkan masa kasih karunia Allah bagi seluruh umat manusia untuk mereka bertobat, bagi nuh waktu tersebut adalah waktu ketekunanan dan penentian penggenapan janji Tuhan
Menantikan Tuhan itu bukan berarti kemalasan. Menantikan Tuhan itu bukan berarti menanggalkan semua usaha. Menantikan Tuhan itu pertama-tama, berarti bertindak dibawah perintah (Allah); Kedua, siap untuk perintah baru yang mungkin dating; ketiga, kesanggupan untuk tidak berbuat apapun sampai perintah diberikan
(G. Campbell Morgan)
Menantikan Tuhan kadang berarti terus bertahan hingga situasi berubah – entah itu yang terkait dengan relasi, keuangan, kondisi fisik atau bahkan kerohanian kita. Susahnya adalah Allah itu tampaknya jarang terburu-buru!
(Wayne Stiles)
Rangkuman Khotbah
Pdt. Gani wiyono