Seberkas Pengharapan
Renungan Harian Kamis, 28 Juli 2022
Bacaan: Ratapan 3:21-24
Ratapan 3 merupakan salah satu teks terindah, karena seluruh bagian ini berbentuk akrostis. Artinya, setiap ayat dimulai dengan abjad Ibrani yang urut. Puisi yang begitu indah ini ditulis di tengah keterpurukan bangsa Yehuda. Puisi ini muncul sebagai respons terhadap pembuangan bangsa Yehuda ke Babel. Musnah sudah keindahan, kemegahan, dan kekokohan bait Allah. Bagi bangsa Yehuda, kehilangan Yerusalem, tanah perjanjian, dan bait Allah merupakan penderitaan yang tak terlukiskan.
Yeremia, penulis kitab ini memahami kepedihan yang sedang terjadi. Setiap kali ia mengingat keadaan dirinya dan bangsanya, ia selalu diliputi oleh kesedihan yang mendalam. Ia tidak mampu mengalihkan pikirannya dari semua kemelut tersebut. Ia berkata, “Jiwaku selalu teringat akan hal itu dan tertekan di dalam diriku” (3:20).
Situasi hidup mungkin baru berubah sesudah masa yang panjang, namun ada satu perubahan yang harus segera terjadi, yaitu perubahan cara pandang. Ayat 20 dan 21 mengajarkan
bahwa situasi yang sama dapat dilihat dari kacamata yang berbeda.
Perbedaan cara pandang ini pada gilirannya akan mempengaruhi kehidupan orang yang memandangnya. Di ayat 20 pikiran Yeremia terfokus pada masalahnya. Dia selalu mengingat keadaannya. Tidak heran, ia terbelenggu dengan kepedihan dan keputusasaan. Di ayat 21 Yeremia mengambil pilihan yang tepat. Ia memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan Allah, bukan persoalannya.
Cara pandang seperti apa yang membuat kita mampu berharap?
1.Keadaan kita bisa lebih buruk daripada sekarang (ayat 22a).
Kehancuran Yerusalem dan bait Allah serta pembuangan ke Babel bukanlah situasi yang terburuk yang bisa dipikirkan oleh bangsa Yehuda. TUHAN bisa saja menghukum mereka secara lebih hebat, yaitu dengan memusnahkan mereka seluruhnya.
Kita acap kali mengeluh karena kita membandingkan keadaan kita sekarang dengan keadaan yang ideal atau keadaan orang lain yang lebih baik. Kita lupa merenungkan bahwa keadaan kita bisa saja lebih buruk daripada sekarang. Allah bisa saja menghancurkan hidup kita karena segala dosa dan kejahatan kita. Kenyataannya, Ia masih menyisakan begitu banyak alasan bagi kita untuk mengucap syukur.
2.Kebaikan Allah tidak pernah berhenti dalam hidup kita (ayat 22-23).
Yeremia menggunakan tiga kata yang maknanya sangat berdekatan “kasih setia, rahmat, dan kesetiaan”. Semua kata ini merujuk pada kebaikan Allah, walaupun aspek yang ditekankan berbeda-beda. Melalui penggunaan tiga kata yang nyaris sinonim ini, Yeremia berniat untuk menegaskan keutamaan kebaikan Allah. Kasih setia Allah menjamin bahwa perjanjian dengan umat-Nya akan terus ada. Allah tidak akan membatalkan perjanjian.
Kebaikan ilahi di atas tidak hanya akan terus ada (ayat 22). Kebaikan itu juga selalu baru tiap pagi (ayat 23). Terus-menerus ada dan selalu baru tiap pagi adalah dua hal yang berbeda. Apa yang terus-menerus belum tentu selalu baru tiap pagi, tetapi apa yang selalu baru tiap pagi berarti terus-menerus ada. Kebaikan Allah mencakup dua hal ini: akan terus-menerus ada, selalu baru tiap pagi.
3.Allah adalah bagian kita (ayat 24).
Ungkapan “kata jiwaku” di ayat 24 dapat dipahami sebagai sebuah pembicaraan dengan diri sendiri (self-talk). Penerjemah NIV menangkap maksud ini dengan baik pada saat memilih terjemahan: “Aku berkata kepada diriku” (NIV). Dengan terus-menerus mengingatkan diri sendiri bahwa TUhan adalah bagian kita, kita akan selalu dimampukan untuk berharap.
Pada saat Yeremia mengatakan bahwa TUHAN adalah bagiannya, ia sedang membedakan TUHAN dengan semua pemberian-Nya. TUHAN berbeda dengan berkat-berkat-Nya. Bagian terbaik kita adalah TUHAN sendiri, bukan pemberian-Nya. Sebagian pemberian TUHAN bersifat sementara, misalnya kesehatan, kekayaan, dan keberhasilan. Semua itu dapat hilang karena kecelakaan, kejahatan, atau kesalahan kita sendiri. Hanya satu yang akan terus ada bagi kita, yaitu TUHAN sendiri.
Pada saat menuliskan ratapan ini Yeremia memang tidak memiliki berkat TUHAN apapun. Tanah perjanjian lenyap. Yerusalem rata dengan tanah. Bait Allah tinggal reruntuhan. Tatkala semua berkat ini seakan tak terlihat, masih ada bagian terbaik kita: TUHAN!
Hidup memang kadangkala sukar. Namun, kasih sayang TUHAN tidak pernah lekang. Karena itu, bertahanlah dengan tenang dan aman. Masih ada seberkas pengharapan dan Ia memastikan bahwa pengharapan kita tidak akan hilang.
Tuhan Yesus Memberkati.
CM