Sisi Lain dari Pesimis

November 22, 2021 0 Comments

Renungan Harian Youth, Sabtu 20 November 2021

Syalooom… selamat pagi rekan-rekan Youth. Apa kabarnya hari ini? Semoga kita semua sehat selalu dan dalam lindungan Tuhan.  Sebagai generasi muda, kita harus terus memiliki semangat juang yang tinggi dan menatap masa depan dengan penuh keyakinan bahwa Tuhan menyertai kita. Dan untuk itu, kita perlu untuk terus menerus menyaring informasi yang kita terima supaya sikap dan tindakan kita benar dan punya sudut pandang yang relevan dalam menyikapi segala sesuatu yang berkembang sekarang ini.

Rekan-rekan, anak muda mengang dikenal dengan semangat juang yang tinggi dan ingin memberikan pembuktian bahwa mereka bisa mencapai target yang mereka perjuangkan.  Namun, salah satu penghalangnya adalah sikap anak muda yang sering berhadapan dengan sikap pesimis.

Pesimis adalah sikap yang membuat seseorang cenderung memikirkan kemungkinan terburuk dari suatu hal. Orang dengan sudut pandang pesimis, lebih banyak melihat dunia dari sisi negative atau yang oleh kebanyakan orang sebenarnya dianggap sebagai realistis. Orang yang pesimis, lebih sering menganggap diri sendiri gagal dan justru curiga saat hal dikerjakan berjalan dengan baik. 

Berbicara tentang sikap pesimis, pada tahun 2018 yang lalu, Lead Economist Bank Dunia untuk program pengentasan kemiskinan Vivi Alatas mengatakan kesiapan sumber daya manusia dan pendidikan sebagai ruang pembentukan itu penting. Ia mengatakan agar anak muda tidak pesimis dengan masa depan namun menghadapinya dengan kesiapan. Hal itu disampaikannya dalam Youth Talkshow bertajuk Strategi Pemuda Menghadapi Pasar Tenaga Kerja di Masa Depan di Jakarta. Ia mencontohkan sejarah disrupsi teknologi terjadi berkali-kali. Dahulu, di masa Socrates ketika cara menulis mulai ditemukan, ia ditakuti karena akan menggantikan peran memori otak kita. Ratu Elizabeth I juga pernah mengatakan, mesin akan mengubah para pekerja menjadi pengemis. Di awal abad 20, pernah juga dikatakan bahwa 100 tahun ke depan manusia tidak perlu bekerja 40 jam seminggu karena akan ada yang menggantikan peran tersebut.

“Artinya ternyata semua hal itu tidak terbukti. Pesimisme yang berlebihan ternyata tidak terjadi, harapan yang utopia juga tidak terjadi. Untuk ke depannya juga seperti itu,” tandasnya.
Sumber: https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/tak-perlu-pesimis-masa-depan-harus-dihadapi-dengan-kesiapan/

Pertanyaannya adalah, apakah kita benar-benar tidak boleh untuk bersikap pesimis? Mungkin pikiranmu otomatis bersuara, “wah ini pasti nggak bisa”, karena berbagai alasan. Nah, “nggak bisa karena apa …?” itu coba reframe menjadi“bisa, asal…” Jadi ubah alasan gagal itu menjadi menjadi syarat keberhasilan, yang kalau semua ini dipenuhi, maka saya akan percaya bahwa kita bisa jalan. Terkadang memiliki pikiran  yang negative sesekali perlu. Tapi ini seperti makan snack. Boleh sekali-sekali, tapi jangan kebanyakan, dan jangan kelamaan.

Pemikiran bahwa hal terburuk akan terjadi, atau mempertimbangkan mengenai kemungkinan terburuk merupakan salah satu pemikiran yang kerap muncul pada kita. Suatu hal akan berubah menjadi buruk tidak peduli seberapa besar usaha kita. Namun jangan buru-buru menafsirkan pesimis sebagai emosi negatif.  Mengenali perasaan pesimis yang muncul pada kita justru dapat menguntungkan.Memiliki sifat pesimis bisa memberikan manfaat maupun kerugian. Kuncinya, selama tidak berlebihan, Anda bisa mengambil sisi baik dari sifat pesimis yang cenderung negatif.

Lalu bagaimana sikap firman Tuhan tentang sikap pesimis? Yesus memberikan perhatian dalam kasus ini melalui salah satu muridnya yang bernama Tomas.

Yohanes 20:24-29, Tetapi Tomas, seorang dari kedua belas murid itu, yang disebut Didimus, tidak ada bersama-sama mereka, ketika Yesus datang ke situ.  Maka kata murid-murid yang lain itu kepadanya: “Kami telah melihat Tuhan!” Tetapi Tomas berkata kepada mereka: “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya.”Delapan hari kemudian murid-murid Yesus berada kembali dalam rumah itu dan Tomas bersama-sama dengan mereka. Sementara pintu-pintu terkunci, Yesus datang dan Ia berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata: “Damai sejahtera bagi kamu!” Kemudian Ia berkata kepada Tomas: “Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah.” Tomas menjawab Dia: “Ya Tuhanku dan Allahku!” Kata Yesus kepadanya: “Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.”

Tuhan memakai sikap kurang percaya dari Tomas untuk mengajarkan kita untuk semakin tunduk pada apa yang Tuhan kehendaki dan memberikan kepada kita ruang untuk melihat jalan-jalan keajaiban yang akan Tuhan kerjakan bagi kita.

Mari kita lihat apa yang Tuhan ajarkan kepada kita melalui Tomas:

Percayalah pada kata-kata Yesus, Sekalipun fakta-fakta disekeliling kita membuat kita sulit untuk percaya.
Tomas yang semula menunjukkan keteguhanhati (Yoh 11:16) akhirnya harus mengalami keraguan atas kebangkitan Yesus, karena apa yang terjadi pada Yesus memang amat sulit dicerna oleh akal manusia.  

Kita mudah men-judge Tomas sebagai peragu. Tetapi betapa mudahnya kita menjadi seorang peragu demi alasan-alasan yang lebih sepele dari Tomas. Kita mungkin ragu pada kekeristenan ketika melihat begitu banyak penderitaan di dunia ini. Kita mungkin ragu pada kekristenan ketika kita mengalami begitu banyak penderitaan. Kita mungkin ragu pada kekristenan ketika kita dikecewakan oleh sesama orang Kristen. Kita mungkin ragu pada kekristenan ketika seorang panutan kita digereja akhirnya jatuh kedalam dosa. Kita mungkin ragu pada kekristenan ketika ada begitu banyak pengajaran yang seolah-olah lebih spektakuler, lebih ilmiah, lebih modern dan lebih masuk akal.
Bagaimana perasaan kita kira-kira jika dengan mata kepala sendiri, kita harus melihat Yesus mati berdarah-darah secara mengenaskan? Itulah pergumulan seorang Tomas.

Yesus menghargai keragu-raguan yang jujur dan bersedia menolong mereka yang ragu untuk melewati momen itu.
Dalam Markus 9:24 tercatat suatu kalimat yang terdengar agak aneh, namun jika kita memahami isi dibalik kalimat itu, kita akan merasa terhibur. Kalimat itu adalah: Segera ayah anak itu berteriak: “Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!” Ini adalah ungkapan seorang ayah yang sedang mengalami pergumulan iman. Yaitu ketika keinginan kuat untuk percaya harus berbenturan dengan fakta kehidupan yang pahit. Fakta bahwaYesus tidak meninggalkan orang-orang yang imannya rapuh dimakan pergumulan ini sungguh menghibur, karena kita tahu bahwa diri kita pun tidak luput dari hal-hal seperti itu.

Lebih baik ragu-ragu dan menyatakan keraguan itu daripada diam-diam tidak percaya.
Yohanes 6:64 mencatat: Tetapi diantaramu ada yang tidak percaya.” Sebab Yesus tahu dari semula, siapa yang tidak percaya dan siapa yang akan menyerahkan Dia. Yudas tidak bergumul dalam iman seperti Tomas, ternyata permasalahannya adalah karena ia tidak memiliki iman sama sekali.

Apapun situasi yang sedang kita hadapi saat ini, marilah kita melangkah dalam tuntunan yang benar sesaui dengan apa yang Tuhan Yesus ingin temukan di dalam hati dan pikiran kita.

Tuhan Yesus Memberkati

ER 20112021-LP

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *