“Membiasakan KEBENARAN vs Membenarkan KEBIASAAN”

September 12, 2025 0 Comments

Renungan Harian Jumat, 12 September 2025

Ada perbedaan besar antara membiasakan kebenaran dan membenarkan kebiasaan. Membiasakan kebenaran berarti berkomitmen untuk hidup sesuai dengan Firman Tuhan setiap hari, meskipun itu menuntut perubahan dan kedisiplinan. Sedangkan membenarkan kebiasaan berarti mencari-cari alasan agar perilaku yang tidak sesuai dengan Firman tetap dianggap benar.

Firman Tuhan menegaskan bahwa Yesus adalah Kebenaran itu sendiri (Yoh. 14:6). Hanya kebenaran yang memerdekakan (Yoh. 8:32) dan menuntun kita kepada hidup yang berkenan kepada Allah.

MEMBIASAKAN KEBENARAN

Hidup orang percaya tidak boleh hanya dipandu oleh norma sosial, budaya, atau kebiasaan masyarakat semata, tetapi terutama oleh Firman Tuhan. Firman adalah kompas rohani yang memimpin kita kepada kehendak Allah. Sayangnya, banyak orang hanya menjadikan Firman sebagai “hiasan” atau sekadar “tambahan” di kala menghadapi masalah, bukan sebagai fondasi utama dalam pengambilan keputusan. Padahal Mazmur 119:105 berkata: “Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.” Membiasakan kebenaran berarti menaruh Firman Tuhan di pusat hidup kita, menjadikannya ukuran kebenaran, bukan sekadar pelengkap.

Membiasakan kebenaran sering kali berarti melawan arus. Dunia punya standar sendiri—sering kali bertolak belakang dengan prinsip Firman Tuhan. Misalnya: dunia berkata “yang penting menguntungkan, meski curang,” tetapi Firman berkata “jangan mencuri dan jangan mengingini milik sesamamu” (Kel. 20:15,17). Dunia menekankan gengsi dan balas dendam, tetapi Firman berkata “kasihilah musuhmu” (Mat. 5:44).
Hidup taat berarti berani berbeda, bahkan jika orang lain menganggap kita aneh. Membiasakan kebenaran menuntut latihan terus-menerus, karena ketaatan tidak lahir secara instan. Seperti seorang atlet yang melatih tubuhnya, demikian juga kita harus melatih hati dan pikiran agar terbiasa tunduk kepada Firman Tuhan (1 Tim. 4:7-8).

Dunia selalu menawarkan “jalan pintas”: mencari sukses tanpa kerja keras, kekayaan tanpa kejujuran, atau popularitas tanpa karakter. Namun, membiasakan kebenaran berarti memilih jalan Tuhan—jalan yang penuh kesetiaan, ucapan syukur, dan kasih. Kesetiaan berarti tidak mudah berpaling ketika situasi sulit. Ucapan syukur menjaga hati tetap rendah dan sadar bahwa semua berasal dari Tuhan. Kasih adalah dasar dari segala sesuatu, karena tanpa kasih, semua ibadah, pelayanan, dan ketaatan akan kosong (1 Kor. 13:1-3). Dengan hidup dalam kesetiaan, syukur, dan kasih, kita sedang menolak “jalan pintas” dunia yang sering berujung pada kehancuran.

Prinsip dari Yesus: Tradisi Harus Tunduk pada Kebenaran

Yesus menegur orang Farisi karena mereka menjunjung tinggi adat istiadat nenek moyang lebih dari Firman Tuhan (Mrk. 7:1–8, 14–15, 21–23). Adat istiadat tidak salah selama tidak meniadakan Firman. Tetapi ketika tradisi menjadi lebih penting daripada kebenaran Allah, maka semuanya sia-sia. Penyembahan pun hanya tinggal formalitas, tanpa hati.

Membiasakan kebenaran berarti meletakkan Firman di atas tradisi, budaya, dan kebiasaan manusia. Kita tidak anti budaya, tetapi budaya hanya boleh diikuti sejauh selaras dengan Firman Tuhan. Firman tetaplah standar tertinggi, sebab Yesus adalah Sang Kebenaran itu sendiri (Yoh. 14:6).

Membenarkan kebiasaan adalah sikap hati yang kompromi. Orang Farisi pada zaman Yesus menjadi contoh nyata: mereka memoles penampilan luar agar terlihat saleh, tetapi hatinya jauh dari Tuhan (Mat. 15:1–9). Mereka lebih sibuk mempertahankan adat dan kebudayaan daripada menaati Firman.

Bahaya dari sikap ini adalah:

  1. Menjadikan tradisi lebih tinggi dari Firman.
  2. Menyembah dengan mulut, tapi hati kosong di hadapan Tuhan.
  3. Membuat ibadah menjadi ritual tanpa makna.

Yesus bahkan menyebutnya sebagai penyembahan yang sia-sia.

Tantangan Budaya

Budaya, adat, atau kebiasaan bukanlah hal yang otomatis salah. Ada yang baik dan bermanfaat, tetapi ada juga yang bisa membatalkan Firman Tuhan. Rasul Paulus pernah menegaskan:

👉 “Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafat yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus.” (Kolose 2:8)

Itulah sebabnya, iman kita harus berakar kuat pada Firman, bukan pada tradisi manusia.

Bagaimana Penerapan dalam Hidup kita sehari-hari?

  1. Kuatlah dalam Firman – Biasakanlah membaca dan merenungkan Firman setiap hari.
  2. Hiduplah dalam Firman Kristus – Lakukan Firman itu dalam sikap, perkataan, dan tindakan.
  3. Jangan goyah – Jangan biarkan kebiasaan manusia menggeser otoritas Firman Tuhan dalam hidup kita.

Membiasakan kebenaran adalah proses harian yang menuntut keberanian, disiplin rohani, dan kerendahan hati. Itu bukan hanya soal tahu kebenaran, tetapi melatih diri untuk melakukannya—hingga kebenaran menjadi gaya hidup, bukan sekadar teori iman.

Doa

🙏 Ya Bapa, terima kasih untuk Firman-Mu yang adalah kebenaran sejati. Tolong kami agar tidak membenarkan kebiasaan yang salah, melainkan membiasakan diri hidup dalam kebenaran-Mu setiap hari. Ajari kami untuk berpegang teguh pada Firman, sekalipun budaya atau tradisi di sekitar kami berbeda. Biarlah hidup kami berkenan di hadapan-Mu, menjadi saksi Kristus yang setia. Dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa. Amin.

Hikmat Hari Ini

Tuhan Yesus memberkati

Budi Wahono

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *