Renungan harian Youth Senin, 10 November 2025
Setiap kita pasti pernah menghadapi “gunung” dalam kehidupan—tantangan besar, pergumulan batin, luka masa lalu, atau rasa takut yang seolah menahan langkah kita. Gunung sering kali melambangkan sesuatu yang berat, yang tampaknya tidak bisa kita lewati. Namun, bagaimana jika gunung itu bukan sesuatu yang ada di depan kita, melainkan di dalam diri kita sendiri?
Inspirasi renungan ini datang dari buku The Mountain Is You karya Brianna Wiest, yang berbicara tentang bagaimana kita sering menjadi penghalang terbesar bagi diri kita sendiri. Kita ingin berubah, tapi sering kali kembali pada kebiasaan lama. Kita ingin maju, tapi justru pikiran dan perasaan sendirilah yang membuat kita berhenti. Gunung terbesar bukan selalu masalah eksternal, tetapi sikap hati dan pola pikir yang menghambat pertumbuhan kita.

Pola sabotase diri sering kali tersembunyi di balik kebiasaan yang tampak sepele, namun sebenarnya menggerogoti potensi kita secara perlahan. Kita menunda pekerjaan penting dengan alasan menunggu waktu yang tepat, padahal sebenarnya sedang menghindar dari rasa takut gagal.
Perfeksionisme pun sering menjadi topeng bagi ketakutan yang sama—karena terus mencari kesempurnaan, kita tak pernah benar-benar mulai.
Ada pula kebiasaan terjebak dalam drama emosional atau konflik yang berulang, yang membuat kita merasa sibuk padahal hanya sedang menunda perubahan. Bahkan, tidak sedikit yang takut untuk sukses atau merasa tidak pantas menerima hal baik, sehingga setiap peluang justru dihindari dengan berbagai alasan seperti “belum saatnya” atau “terlalu rumit.” Semua ini adalah bentuk halus dari sabotase diri yang menghalangi kita untuk bertumbuh dan mencapai rencana terbaik Tuhan.
Tapi hari ini, kita mau belajar dari seseorang yang punya gunung besar dalam hidupnya — gunung penolakan, gunung rasa malu, gunung identitas rusak. Tapi Tuhan menjadikannya pahlawan. Namanya… Yefta.
📖 Bacaan Firman: Hakim-hakim 11:1–11, 29
“Adapun Yefta, orang Gilead itu, adalah seorang pahlawan yang gagah perkasa, tetapi ia anak seorang perempuan sundal…”
1. Gunung Penolakan — Luka yang Menjadi Dinding
Yefta adalah contoh nyata seseorang yang menghadapi “gunung” penolakan. Ia lahir dari keluarga yang retak, disebut anak perempuan sundal, dan diusir oleh saudara-saudaranya. Ia ditolak bukan karena perbuatannya, tapi karena asal-usulnya. Namun, justru dari tempat terbuang itulah Tuhan mulai bekerja.
Rekan-rekan Youth, penolakan tidak pernah membatalkan panggilan Tuhan atas hidup kita. Dunia mungkin menilai dari asal, tapi Tuhan melihat arah. Manusia mungkin menatap masa lalu, tetapi Tuhan memandang tujuan hidup kita. Gunung penolakan bukan akhir, melainkan awal pendakian menuju puncak rencana Allah. Saat kita berhenti menyembunyikan luka dan mulai menerimanya, di sanalah Tuhan mulai menyembuhkan dan memulihkan.
Menerima diri berarti mengakui realita tanpa menyangkalnya. Saat kita berkata, “Ya, aku pernah gagal,” kita tidak sedang menyerah, tetapi sedang membuka ruang bagi kasih karunia Tuhan untuk bekerja. Gunung dalam diri bukan musuh, tetapi guru yang mengajarkan keberanian, kesabaran, dan pengharapan.
2. Gunung Perubahan — Ketika Tuhan Membalikkan Keadaan
Beberapa tahun setelah diusir, bangsa Israel diserang oleh bani Amon. Mereka mencari Yefta—orang yang dulu mereka tolak—untuk memimpin mereka dalam peperangan. Inilah bukti bahwa Tuhan sanggup mengubah arah hidup seseorang secara luar biasa. Tuhan tidak menghapus masa lalu kita, tapi Ia memberi makna baru atasnya. Kegagalan masa lalu bisa menjadi latihan untuk tanggung jawab yang lebih besar. Rasa sakit bisa menjadi bahan bakar bagi empati dan kepemimpinan.
Seperti Yefta, kita dipanggil untuk bangkit dari gunung masa lalu dan menerima identitas baru yang Tuhan berikan. Ia mengubah Abram menjadi Abraham, Simon menjadi Petrus, Saulus menjadi Paulus — dan Ia juga sanggup mengubah identitas kita dari “yang ditolak” menjadi “yang dipanggil.”
Perubahan sejati dimulai dari cara kita melihat diri kita. Ketika kita memandang diri sebagai orang yang dikasihi dan dipilih Tuhan, maka sabotase diri kehilangan kuasanya. Pendakian hidup tidak lagi terasa berat, karena kita tidak lagi melawan diri sendiri — kita berjalan bersama Tuhan.
3. Gunung Iman — Menyerahkan Kendali Kepada Tuhan
Ketika Yefta berperang, ia tidak mengandalkan kekuatannya sendiri. Firman Tuhan mencatat, “Roh Tuhan menghinggapi Yefta.” Ia sadar, gunung di hadapannya terlalu tinggi jika ia mendakinya sendirian. Demikian pula dengan kita. Banyak anak muda berpikir, “Aku harus kuat dulu baru Tuhan bisa pakai aku.” Tapi Tuhan justru berkata, “Datanglah dengan kelemahanmu, dan Aku yang akan membuatmu kuat.”
Mazmur 18:33-34 berkata, “Ia membuat kakiku seperti kaki rusa dan membuat aku berdiri di bukit-bukitku.” Artinya, Tuhan tidak selalu memindahkan gunung dari hadapan kita, tetapi Ia membuat kita cukup kuat untuk mendakinya.
Iman bukan tentang seberapa besar kekuatan kita untuk mendaki, melainkan seberapa dalam kita percaya bahwa Tuhan mendaki bersama kita. Dalam perjalanan iman, gunung bukan lagi penghalang, tetapi altar di mana kita melihat kuasa Tuhan bekerja dalam hidup kita.
Rekan-rekan Youth, gunung dalam hidupmu mungkin berbentuk rasa takut, kegagalan, luka lama, atau penolakan. Tapi percayalah — Tuhan tidak menunggu kamu sempurna untuk memulai, Ia menunggu kamu percaya. Gunung itu bukan tanda bahwa Tuhan menjauh, melainkan bukti bahwa Tuhan sedang mengundangmu untuk naik lebih tinggi, mengenal Dia lebih dalam, dan menemukan versi terbaik dari dirimu dalam rancangan-Nya.
Ketika kita menyerahkan “gunung” kita kepada Tuhan, Ia akan mengubah luka menjadi kekuatan, penolakan menjadi panggilan, dan masa lalu menjadi kesaksian. Di puncak gunung itu, kita akan melihat betapa besar kasih dan rencana-Nya bagi kita.
Hikmat Hari Ini
Gunung dalam hidupmu bukan penghalang, tetapi jalan Tuhan untuk membawamu naik ke puncak rencana-Nya. Jangan minta Tuhan memindahkan gunungmu — mintalah hati yang kuat untuk mendakinya bersama-Nya.
EYC 081125 – YDK
Dapatkan Link renungan Harian dari elohim.id setiap hari dengan bergabung kedala Grup Renungan Harian kami
Silahkan ketik Nama (spasi) Daerah asal (Spasi) No Hp yang anda daftarkan
Kirim ke 0895-1740-1800
Tuhan Memberkati dan tetap bertumbuh dalam kebenaran Firman Tuhan