DI TEMPAT TERSEMBUNYI

February 8, 2023 0 Comments

Renungan Harian Youth,  Rabu 08 Februari 2023

Setiap orang tidak lepas dari kebutuhan akan penghargaan, “dihargai” adalah kebutuhan dasar dari manusia. Bahkan setiap kita akan terus berusaha untuk menjaga diri dan nilai diri kita. Abraham Maslow dalam piramid kebutuhan manusia kebutuhan akan penghargaan itu diletakkan lebih tinggi dari kebutuhan fisik, keamanan, dan cinta.

Ada sebuah teori Mclinton dan Samuel D. Rima mengenai salah satu sisi gelap dari Narsistic. Manusia sepintas berusaha untuk kelihatan mandiri, takut dilihat lemah oleh orang lain, menggunakan segala cara untuk kelihatan kuat, sangat ambisius dan selalu berusaha untuk berada di atas orang lain. Ciri sentral dari kepribadian ini adalah haus akan penghargaan orang lain

Dan intinya adalah Harga atau citra dirinya sangat dilukis oleh apa yang orang katakan tentang dirinya. 

Rekan-rekan kita juga harus mewaspadai masalah Narsistik atau Penghargaan Diri juga ada dalam hal rohani. Karena itulah Tuhan Yesus memberikan sebuah Pengajaran yang “keras” tentang kehidupan rohani yang benar. Ada sebuah awasan mengenai KESALEHAN PALSU, orang Kristen yang berusaha memenuhi kebutuhan “penghargaan diri” dengan cara menampilkan kesalehan, pelayanan, persembahan, dlsb.  Segala tindakan kebenaran diri yang berbau rohani ini pada akhirnya hanya dipakai sebagai kendaraan untuk mendapatkan kemuliaan diri, bukan kemuliaan Allah. 

Didalam Matius 6:1-4; 5-6; 16-18 Tiga contoh yang diberikan Tuhan Yesus adalah kebiasaan rohani yang paling akrab dan menonjol dengan kehidupan orang Yahudi, yaitu memberi sedekah, berdoa, dan berpuasa. 

Matius menulis tiga contoh yang diucapkan Yesus secara paralel (ay.2-4; 5-6; 16-18).  Setiap orang Yahudi pasti diharapkan melakukan ketiga hal ini, Yesus pun ingin murid-Nya melakukan kesalehan ini.  Tetapi, bukan dengan cara dan motivasi yang salah seperti yang dilakukan oleh orang munafik.

Nasehat Pertama yang Tuhan ingatkan adalah WASPADALAH dengan KEMUNAFIKAN

ingatlah”, artinya “hati-hati, awas!”  Hati-hati untuk apa? Yesus melanjutkan “jangan melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka” (ay. 1). LAI memakai kata “kewajiban agama” untuk menerjemahkan kata δικαιοσύνην (dikaiosune) yang seharusnya artinya adalah kebenaran.  Dalam terjemahan Alkitab bahasa Inggris, ayat pertama dituliskan dengan practicing your righteousness (ESV) – Mempraktekkan kebenaran dalam kehidupan kita.

Tuhan Yesus menyebut kata “munafik” ini 3 kali, yaitu di setiap tindakan kesalehan yang ditampilkan oleh mereka (ay. 2, 5, dan 16).  Kata “munafik” berasal dari kata ὑποκριταί (upokritai : YUN) yang artinya adalah aktor alias pemain sandiwara, biasanya dalam konteks pentas seni (memakai Topeng).

Konteks pada bagian ini ayat ini ~ Seorang yang munafik ingin dikenal sebagai orang yang saleh maka ia akan berdoa, berpuasa, melakukan disiplin rohani, dll.  Kalau ia ingin dikenal sebagai orang baik, maka ia akan banyak menolong orang, memberi, seakan-akan punya belas kasihan yang besar. 

Rekan-rekan Kebenaran ini bukanlah hal yang mudah untuk dipraktekkan, tidak pernah ada sebuah pencapain untuk menjaga hati kita dari kemunafikan.—karena ini adalah proses setiap saat yang harus kita jalani. kita hadir di gereja – kita berbagi – kita melakukan ibadah kita … apakah sikap hati kita ???

Karena itulah ijinkan Roh Kudus untuk terus mengingatkan dan menyatakan kebenarannya mengenai sikap hati kita, sehingga kita mau terus belajar dan semakin belajar untuk melakukan dengan Fokus yang benar. Trus mau untuk bertobat jika ada yang tidak tepat dihadapan Tuhan.

Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa orang munafik harus bermain sandiwara? Tuhan Yesus memberi jawabannya di ayat 1b, 2b, 5b, 16b yaitu untuk memuaskan kebutuhan mereka akan kemuliaan diri: penghargaan dan pujian kekaguman dari orang. 

Karena itulah nasehat Tuhan Yesus : Waspadalah, berhati-hatilah dengan KEMUNAFIKAN ROHANI

ketika seseorang menampilkan segala tindakan kerohanian TUJUANNYA HANYA untuk mendapat penghargaan demi kepuasan hati dan harga dirinya, ada satu hati yang dikorbankan, yaitu hati Allah, karena Ia tahu perbuatan itu tidak lahir dari kasihnya terhadap Allah melainkan dari kasihnya terhadap dirinya sendiri.

Mari kita belajar untuk menjaga hati kita dari segala Kemunafikan rohani, kiranya Roh Kudus akan terus mengingatkan kita akan kebenaran ini

(Bersambung – Red)

Tuhan Yesus memberkati

YNP – YDK

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *