“Harus Mau”

Renungan Harian Kamis, 06 Oktober 2022
Bacaan : Markus 1
Ayat pokok : Markus 1:40, Seorang yang sakit kusta datang kepada Yesus, dan sambil berlutut di hadapan-Nya ia memohon bantuan-Nya, katanya: “Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku.”
Shalom… Selamat Pagi bapak, ibu dan saudara yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus.
Ada dua kata yang sangat akrab dan familiar dengan kita, yang pertama kata “Harus” dan yang kedua kata “Mau”. Kata “Harus” memiliki definisi patut, wajib, mesti (tidak boleh tidak). Kata harus termasuk dalam golongan Adjectiva atau kata sifat yang mengikat seseorang untuk melakukan apa yang diperintahkan. Sedangkan kata “Mau” memiliki definisi sungguh-sungguh suka hendak; suka akan, sudi. Kata “Mau” ini juga termasuk dalam golongan kata sifat. Kata ini merupakan bentuk inisiatif dari seseorang yang berangkat dari kesukaan dan kerelaan dalam melakukan sesuatu.
Dalam sebuah tulisannya, Zig Ziglar menceritakan sebuah cerita yang dapat memberikan gambaran tentang apa yang harus kita lakukan sehari-hari. Demikian cerita tersebut; Setiap pagi selama beberapa tahun, tepat pukul 10 pagi, ada seorang pengusaha wanita terkenal yang akan mengunjungi ibunya di panti jompo. Dia sangat sayang dan dekat sekali dengan ibunya. Seringkali dia menunda janjinya yang lain agar ia tetap bisa mengunjungi ibunya. Diabmemiliki alasan yang selalu sama; “Saya HARUS mengunjungi ibu saya.”
Akhirnya ibunya meninggal dan tidak lama kemudian seseorang meminta bertemu jam 10 pagi. Dia sadar kalau dia tidak bisa lagi mengunjungi ibunya. Pikirannya selanjutnya adalah, Oh seandainya aku bisa mengunjungi ibu sekali lagi. Sejak saat itu, dia mengubah “harus”-nya menjadi “mau”.
Cerita Zig Ziglar diatas menyadarkan kita bahwa ada banyak hal menyenangkan yang bagi kita sifatnya “harus”. Saya harus melakukan “A” hari ini atau saya harus liburan minggu ini. Ada hal-hal menyebalkan yang sifatnya “harus”. Seperti “saya harus kerja besok jam 7” atau “saya harus membereskan rumah”. Karena persepsi kita mempengaruhi pemikiran dan performa kita. Coba kita pikirkan hal ini, jangan katakan, “Saya harus bekerja”, pikirkan orang yang tidak punya pekerjaan. Lalu kita bisa dengan antusias mengganti kata-kata tadi menjadi “Saya MAU bekerja besok.” atau “saya mau memberikan waktu bagi anak-anak saya.” Pikirkan bahwa suatu hari nanti anak kita akan dewasa dan kita tidak punya waktu untuk bermain dengannya lagi.
Jika demikian bapak, ibu dan saudara yang dikasihi Tuhan, bagaimana dengan “Harus” mengabarkan Injil dan “Mau” mengabarkan Injil? Jika kita berkata; “kita harus mengabarkan Injil”, pertanyaannya adalah, Berapa jiwa yang sudah kita bawa kepada Kristus dengan bermodalkan “keharusan” memberitakan Injil? Lalu bagaimana jika dari hati dan pikiran kita memang .
“Mau” Mengabarkan Injil? Kita akan menemukan bahwa ternyata ketika memberitakan injil berangkat dari kata “Mau” maka kita melakukan penginjilan dengan senang hati, bukan karena harus melakukannya.
Sama seperti jika kita melakukan sesuatu untuk orang yang kita cintai, tentu kita melakukannya karena kita MAU melakukannya, bukan karena HARUS melakukannya.
Jika kita melakukannya untuk Tuhan yang kita cintai, tentu kita akan melakukan tugas pelayanan dengan rasa cinta (1 Korintus 16:14). Orang yang sakit kusta dalam teks bacaan kita hari ini menyampaikan permohonannya dengan sangat tepat, sehingga membuat Yesus bertindak karena DIA “Mau” si kusta tersebut sembuh dan tahir dari kustanya.
Marilah mengubah ke”harus”an kita menjadi “Mau”, sehingga hasilnya yang terbaik, karena lahir dari tindakan yang didasarkan pada kasih dan kerelaan.
Tuhan Yesus Memberkati
DS