Renungan Harian Kamis, 19 September 2024
Ayat Pokok: “Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.” – Amsal 3:5
Shalom! Selamat pagi bapak, ibu, dan saudara-saudara yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus. Hidup di dunia ini membawa kita pada beragam situasi dan kondisi—terkadang seperti yang kita harapkan, di mana segala sesuatu berjalan baik dan lancar. Namun, ada kalanya keadaan justru berlawanan dengan harapan kita. Lantas, pertanyaan yang perlu kita renungkan adalah: bagaimana respons kita ketika keadaan tidak seperti yang diharapkan?
Kitab Amsal memberikan nasihat yang sangat penting: “Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu.” Kata “segenap” di sini mengandung makna yang mendalam. Segenap berarti totalitas, keutuhan, dan tanpa syarat. Ini berbicara tentang menyerahkan seluruh hidup kita kepada kasih karunia Allah, tanpa menyisakan ruang sedikitpun untuk keraguan. Percaya kepada Tuhan dengan segenap hati adalah dasar dari hubungan kita dengan-Nya. Ketika kita mempercayai Tuhan sepenuhnya, kita mengakui bahwa Dia adalah Tuhan yang berdaulat, yang memegang kendali atas setiap situasi dalam hidup kita—baik dalam keadaan yang baik maupun yang sulit.
Percaya dengan Segenap Hati, Bukan Pengertian Sendiri
Penulis Amsal tidak berhenti hanya pada nasihat untuk percaya kepada Tuhan. Dia melanjutkan dengan sebuah peringatan: “Janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.” Ini berarti, meskipun kita diberi kemampuan untuk berpikir, menganalisis, dan menggunakan sumber daya yang kita miliki, kita tidak boleh menjadikan pengertian kita sendiri sebagai dasar utama dalam mengambil keputusan. Tuhan tidak melarang kita menggunakan pikiran kita, tetapi Dia ingin kita menempatkan iman kepada-Nya di atas segala akal budi kita. Kita dapat menggunakan kemampuan manusiawi kita, tetapi harus tetap ingat bahwa pengertian kita terbatas, sementara kebijaksanaan Tuhan tidak terbatas…
Kita seringkali tergoda untuk bersandar pada apa yang kita miliki—kekuatan, kecerdasan, sumber daya, atau pengalaman hidup kita. Namun, ketika kita hanya mengandalkan diri sendiri, kita cenderung gagal. Tuhan memanggil kita untuk memiliki iman yang tidak tergoyahkan, yang bersandar sepenuhnya pada-Nya. Ini berarti kita harus percaya kepada Tuhan lebih daripada kita mempercayai apa yang kita miliki atau apa yang kita bisa lakukan.
Teladan Iman: Abraham
Salah satu contoh iman yang luar biasa dalam Alkitab adalah Abraham. Kehidupan Abraham menjadi inspirasi bagi kita semua. Dalam Roma 4:17-22, kita belajar bahwa Abraham tetap percaya kepada Tuhan meskipun secara manusiawi tampaknya mustahil baginya untuk memiliki anak. Tubuhnya sudah lemah karena usia lanjut, dan Sara, istrinya, sudah mati haid (menopause). Namun, Abraham tidak bersandar pada pengertian atau kekuatan manusiawinya. Ia percaya kepada Tuhan dan janji-Nya dengan segenap hati, meskipun semua keadaan di sekitarnya tampak mustahil.
Kisah Abraham mengajarkan kita bahwa iman sejati adalah percaya kepada janji Tuhan, bahkan ketika segala sesuatu di dunia ini tampak berlawanan. Abraham menolak untuk bergantung pada apa yang terlihat di mata manusia, dan memilih untuk bergantung kepada Tuhan yang Mahakuasa. Ini adalah iman yang harus kita teladani.
Bapak, ibu, dan saudara yang terkasih, ketika kita menghadapi masalah dalam hidup ini, kita dihadapkan pada dua pilihan: berserah atau pasrah. Ketika kita terus berusaha menyelesaikan masalah dengan mengandalkan kekuatan, keterampilan, atau sumber daya yang kita miliki, dan akhirnya gagal, kita sering kali menjadi putus asa dan pasrah dengan keadaan. Ini adalah hasil dari keterbatasan manusiawi kita.
Namun, berserah kepada Tuhan berbeda. Berserah berarti sejak awal kita melibatkan Tuhan dalam setiap aspek masalah yang kita hadapi. Kita menyerahkan masalah tersebut kepada-Nya dan percaya bahwa Dia yang akan menyelesaikannya. Berserah bukanlah tanda kelemahan, melainkan sebuah tindakan iman. Kita melepaskan kontrol kita dan percaya sepenuhnya kepada Tuhan yang tidak terbatas dalam kekuasaan-Nya.
Pasrah adalah sikap menyerah setelah semua usaha manusia gagal. Ini adalah hasil akhir dari perjuangan manusia yang terbatas. Sedangkan berserah adalah langkah awal pergumulan iman yang penuh dengan pengharapan. Ketika kita berserah kepada Tuhan, kita tidak menyerah pada keadaan, tetapi kita menaruh harapan kita kepada Tuhan yang mampu membawa kita kepada kemenangan. Inilah yang membedakan pasrah dari berserah.
Pasrah adalah hasil dari usaha manusia yang terbatas; berserah adalah hasil dari iman yang kuat kepada Tuhan yang tak terbatas.
Percayalah Kepada Tuhan dengan Segenap Hati
Itulah sebabnya, kita tidak boleh bersandar pada kemampuan manusiawi kita, meskipun kita diperbolehkan menggunakannya. Kita harus selalu mengandalkan Tuhan dengan segenap hati kita. Percayalah bahwa Dia bekerja di balik setiap peristiwa dalam hidup kita, bahkan ketika kita tidak bisa melihatnya secara langsung. Jangan biarkan pengertian kita yang terbatas menghalangi kita untuk melihat rencana besar Tuhan.
Ketika kita percaya kepada Tuhan dengan segenap hati, kita sedang mengambil langkah iman yang mengandalkan kasih setia-Nya. Tuhan selalu setia dan memegang kendali atas hidup kita, bahkan dalam situasi yang tampak mustahil. Oleh karena itu, marilah kita berserah kepada-Nya sepenuhnya, tidak bersandar pada pengertian kita yang terbatas, tetapi pada kekuatan dan kebijaksanaan Tuhan yang tak terbatas. Amin.
Tuhan Memberkati
DS

