DISIPLIN ROHANI TENTANG HAL MENGAMPUNI

Renungan Harian Jumat, 21 Oktober 2022
Keempat Injil dalam Alkitab mencatat peristiwa penyaliban yang dialami oleh Tuhan Yesus. Catatan-catatan yang tertulis dalam keempat Injil ini semuanya saling melengkapi satu dengan lainnya, sehingga pembaca Injil mendapatkan gambaran yang jelas mengenai peristiwa penyaliban Tuhan Yesus dalam rancangan penyelamatan manusia.
Lukas 23:33-34, Ketika mereka sampai di tempat yang bernama Tengkorak, mereka menyalibkan Yesus di situ dan juga kedua orang penjahat itu, yang seorang di sebelah kanan-Nya dan yang lain di sebelah kiri-Nya. Yesus berkata: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Dan mereka membuang undi untuk membagi pakaian-Nya.
Perubahan itu terjadi ketika pengampunan dilepaskan Yesus, justru di tengah penderitaan-Nya yang luar biasa di dalam proses penyaliban yang mengerikan itu. Keteladanan agung dari Tuhan Yesus mengajarkan bahwa pengampunan menghasilkan pertobatan dan membawa kepada keselamatan.
Kuasa pengampunan ini pun akan terjadi ketika orang yang percaya kepada-Nya melakukan hal yang sama seperti yang Yesus lakukan yaitu ketika mengampuni orang lain yang bersalah.
MENGAMPUNI KARENA KITA TELAH DIAMPUNI
Matius 6:14, “Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga.”
Pengampunan yang kita berikan bagi orang lain merupakan refleksi dari hidup kita yang telah menerima pengampunan dari Tuhan kita Yesus Kristus.
Mengampuni memang bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Itulah sebabnya, untuk bisa mengampuni, kita harus terlebih dahulu menerima pengampunan dan kasih Kristus yang berkuasa untuk mengubah hati dan pikiran kita.
2 Korintus 5:17 “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.”
Hal-hal yang menjadi PENGHAMBAT bagi kita untuk mengampuni adalah:
1. Menganggap Kesalahan orang lain terlalu besar
Menganggap bahwa luka hati karena perkataan atau tindakan seseorang terlalu besar dan tidak bisa disembuhkan, apalagi dilupakan.
2. Berfikir biarlah Waktu yang akan menyembuhkan
Menganggap seiring berjalannya waktu maka luka hati akan sembuh dengan sendirinya. Luka hati harus dibereskan. Luka hati yang dibiarkan akan berkembang dan mengakar menjadi akar pahit yang menimbulkan kerusuhan dan mencemarkan banyak orang. (Ibrani 12:15)
3. Yang bersalah harus meminta maaf
Mau mengampuni asalkan yang bersangkutan meminta maaf. Syarat yang kita buat terkadang menjadi penghalang bagi kita untuk menikmati berkat Tuhan.
4. Anggapan bahwa Pengampunan identik dengan memberi kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kesalahan lagi.
Menganggap jika diampuni, maka yang bersangkutan akan melakukan perbuatannya lagi. Tidak memberi pelajaran yang berharga bagi orang tersebut. Ketika kita melepaskan pengampunan maka pada saat itu kita juga melepaskan kuasa Tuhan yang akan mengubah seseorang.
5. Seolah olah Menyerahkan kepada Tuhan
Alasan yang dipandang rohani, yaitu menyerahkannya kepada Tuhan. Kelihatannya seperti rohani, padahal maksudnya adalah ingin melihat pembalasan yang terjadi atas orang yang menyakiti kita. Ungkapan hati yang berseru “ kiranya Tuhan yang membalaskanNya. “ orapopo Gusti sing mbales ““ Gusti ora sae “
Amsal 20:22 berkata, “Janganlah engkau berkata: “Aku akan membalas kejahatan,” nantikanlah TUHAN, Ia akan menyelamatkan engkau.”
Alasan ini hanyalah untuk memuaskan dendam, bukan alasan rohani yang berkenan di hadapan Tuhan
Jika kita mau mengampuni maka hal itu adalah sebuah keputusan untuk taat kepada Firman Tuhan dan hal tersebut menjadikan hati dan pikiran kita benar di hadapan Tuhan.
Pengampunan membuat orang percaya mengalami kebebasan dan kemerdekaan dari beban dan ikatan kepahitan, dan akan mendatangkan damai sejahtera dan sukacita yang melimpah dalam hati.
Di sini kita menemukan alasan untuk mengampuni, yaitu karena kita sendiri sudah menerima pengampunan yang jauh lebih besar atas dosa-dosa kita, dan kita diharapkan untuk mengampuni orang lain
Kita harus bisa mengampuni
Johan Arnold dalam sebuah tulisannya berkata:
“Memaafkan adalah pintu perdamaian dan kebahagiaan. Pintu itu kecil, sempit dan tidak dapat dimasuki tanpa membungkuk.”
Tanpa merendahkan hati dan rela berkorban, mengampuni menjadi hal yang sangat sulit. Mengampuni berarti kita memilih untuk membebaskan lawan. Mengampuni juga berarti kita menyerah pada tuntutan kita sendiri, siap diperlakukan tidak adil serta siap terluka dan siap dikecewakan. Mengampuni adalah tindakan yang membutuhkan proses.
Ada satu janji Tuhan yang selalu menguatkan kita “… marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita…
Rangkuman Materi EFF201022
Pdt. Budi Wahono