Elohim Ministry youth HARUS SEIMBANG

HARUS SEIMBANG



Renungan Harian Youth, Selasa 01 Juli 2025

Bacaan Alkitab: Pengkhotbah 7:16–17, “Janganlah terlalu benar dan janganlah terlalu berhikmat—mengapa engkau mau merusak dirimu sendiri? Janganlah terlalu fasik dan janganlah bodoh—mengapa engkau mau mati sebelum waktunya?”

Shalom, rekan-rekan Youth yang dikasihi Tuhan! Kehidupan ini membutuhkan keseimbangan. Dalam dunia yang semakin ekstrem dan bising dengan pendapat, standar, dan tekanan dari segala arah—baik dari budaya, media sosial, bahkan lingkungan rohani—Tuhan mengajarkan kita untuk hidup secara seimbang, tidak berlebihan ke kiri maupun ke kanan.

Pengkhotbah 7:16–17 berkata:
“Janganlah terlalu benar dan janganlah terlalu berhikmat—mengapa engkau mau merusak dirimu sendiri? Janganlah terlalu fasik dan janganlah bodoh—mengapa engkau mau mati sebelum waktunya?”

Sepintas, ayat ini mungkin terdengar membingungkan. Bukankah kita seharusnya hidup benar dan berhikmat?  

Tujuan dari ayat ini bukanlah menyuruh kita menjadi setengah hati dalam kebenaran, melainkan memperingatkan terhadap sikap ekstrem—baik dalam kesalehan yang munafik maupun dalam kefasikan yang sembrono.

  • “Jangan terlalu benar dan terlalu berhikmat” bukan berarti kita boleh hidup sembarangan, melainkan peringatan terhadap kesombongan rohani, yaitu sikap merasa paling benar, paling bijak, paling tahu segalanya—sampai akhirnya menjadi arogan, menghakimi, dan tidak bisa diajar. Sikap seperti ini justru merusak diri sendiri, menjauhkan kita dari kasih Tuhan dan dari orang-orang yang ingin kita jangkau.
  • “Jangan terlalu fasik dan jangan bodoh” adalah peringatan agar kita tidak menyalahgunakan kasih karunia Tuhan. Ada orang yang berpikir, “Ah, Tuhan mengampuni, jadi aku bebas melakukan apa pun.” Sikap seperti ini adalah kebodohan rohani yang bisa membawa kehancuran—secara moral, sosial, bahkan spiritual. Hidup dalam dosa bisa membawa konsekuensi serius.

Jadi, Pesan Pengkhotbah 7:16–17 adalah panggilan untuk hidup dalam keseimbangan yang bijaksana. Jangan menjadi ekstrem—baik dalam kesalehan yang sombong maupun dalam kebebasan yang tak terkendali. Inilah dasar bagi renungan “Hidup yang Seimbang”: bahwa hikmat sejati adalah hidup dalam kebenaran dengan kerendahan hati, dan hidup dalam kasih karunia tanpa menyalahgunakannya.

Sebagai anak Tuhan, kita harus hidup berbeda dari dunia: menjadi terang dan garam, hidup dalam kekudusan, dan meneladani Kristus. Namun, hidup benar bukan berarti hidup dengan sikap sok suci atau merasa paling rohani, lalu menganggap semua orang di luar sana pendosa, jahat, atau tidak layak. Yesus sendiri tidak seperti itu. Ia tidak menjauh dari orang berdosa, malah mendekati mereka—duduk makan bersama mereka, berbicara dengan mereka, dan menunjukkan kasih yang nyata. Ia datang bukan untuk yang merasa benar, melainkan untuk yang berdosa. Jadi, siapa kita ini sampai berani menghakimi orang lain?

Ada kalanya orang Kristen menjadi terlalu ekstrem dalam menilai orang lain—merasa diri paling benar, paling suci, dan menilai semua orang di luar komunitas rohani sebagai orang yang sesat. Tapi “terlalu benar” bukanlah kehendak Tuhan. Itu bukan kebenaran yang lahir dari kasih, melainkan kesombongan rohani.

Yesus mengajarkan kita untuk rendah hati dan penuh kasih, bukan merasa lebih baik dari orang lain. Ingat, kita semua adalah pendosa yang diselamatkan oleh kasih karunia, bukan karena kebaikan kita sendiri. Jadi, berhentilah bersikap menghakimi. Mari belajar mengasihi tanpa kompromi—menyampaikan kebenaran, tetapi dengan kasih, bukan dengan tudingan.

Di sisi lain, banyak anak muda jatuh dalam ekstrim sebaliknya: hidup sembarangan, bebas mengeluarkan komentar jahat, menyindir orang di media sosial, merasa puas saat menjatuhkan orang lain. Kebebasan berbicara bukanlah izin untuk menyakiti. Tuhan tidak memanggil kita untuk jadi haters atau pembuat keributan digital.

Jika ada hal yang tidak kita sukai, lebih baik kita diam. Kalau postingan seseorang mengganggu kita, lebih baik berhenti mengikuti (unfollow) daripada mengomentari dengan kebencian. Orang bijak tahu kapan harus berbicara dan kapan harus berdiam. Jangan biarkan lidah (atau jempol) kita menjadi alat untuk menyebar kebencian. Jangan bangga menjadi penjahat, walau hanya lewat komentar.

Hidup yang seimbang adalah hidup yang dipimpin oleh Roh Kudus. Di tengah dunia yang ekstrem ini, kita butuh hikmat untuk bersikap, berbicara, dan merespons. Ketika Roh Kudus memenuhi hati kita, kita akan mampu menyuarakan kebenaran tanpa menghakimi, dan tetap hidup kudus tanpa memisahkan diri dari orang-orang yang butuh kasih Tuhan.

Kita bisa menjadi teladan tanpa menjadi sombong. Kita bisa mengasihi tanpa ikut larut dalam dosa. Kita bisa membawa terang, tanpa merasa lebih tinggi dari mereka yang hidup dalam kegelapan. Belajarlah hidup seimbang. Jangan terlalu ekstrem ke kiri atau ke kanan. Biarlah Roh Kudus memimpin pikiran, hati, dan tindakan kita, sehingga kita bisa menjadi berkat yang nyata di tengah dunia, bukan penghakim, bukan juga pelaku kejahatan.

Hari ini kita belajar

“Hidup yang seimbang bukan hidup yang setengah-setengah, tetapi hidup yang dipenuhi hikmat—berani berjalan dalam kebenaran, namun tetap penuh kasih dan rendah hati.”

Pokok Doa:

Tuhan, ajar aku untuk hidup seimbang seperti yang Engkau kehendaki. Aku ingin hidup dalam kebenaran, tetapi tetap rendah hati. Aku ingin berani bersikap, tetapi tetap penuh kasih. Pimpin hidupku dengan Roh-Mu. Dalam nama Yesus. Amin.

AH – DOT

Dapatkan Link renungan Harian dari elohim.id setiap hari dengan bergabung kedalam Grup Renungan Harian kami
Silahkan ketik Nama (spasi) Daerah asal (Spasi) No Hp yang anda daftarkan
Kirim ke 0895-1740-1800
Tuhan Memberkati dan tetap bertumbuh dalam kebenaran Firman Tuhan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *