Penghakiman Bukan Hak Kita

Renungan Harian Jumat, 19 Januari 2024
Setiap kita pasti memiliki keinginan agar kehidupan kita terus berkembang dan diperbaharui dalam kebenaran Firman Tuhan. Setiap individu akan melalui proses agar kehidupannya semakin sejalan dengan ajaran Firman Tuhan. Seperti dalam pujian yang kita nyanyikan, kita mengakui bahwa hanya Firman Tuhan yang mampu mengubah sikap hati kita. Ada satu tema yang akan kita eksplorasi bersama, yaitu dalam khotbah Yesus di bukit yang tercatat dalam Injil Matius pasal 5-7. Yesus mengingatkan tentang sikap hati, dan Matius mencatatnya secara berurutan, terutama dalam hal Jangan Kuatir dan Jangan Menghakimi. Ini merupakan sikap hati yang terus menjadi fokus, mengajarkan kita untuk menjaga hati kita dengan nilai-nilai yang benar, baik dalam hubungan dengan diri sendiri (dalam hal kekuatiran) maupun dalam hubungan dengan sesama (dalam hal menghakimi).
Sejujurnya … Seringkah kita lebih mudah untuk melihat kesalahan orang lain ketimbang kesalahan diri kita sendiri. Hal ini dikarenakan kesalahan dan kekurangan pada diri orang lain seringkali pandang sebagai hal besar yang “menarik” untuk digunjingkan. Sebaliknya kekurangan pada diri sendiri kita berusaha untuk menutupnya serapat Mungkin
Matius 7:1-5 … Tuhan Yesus dengan Gamblang memberikan peringatan ini bagi kita semuanya … JANGANLAH MENGHAKIMI SUPAYA KAMU TIDAK DIHAKIMI … Seolah-olah Tuhan Yesus sedang memberikan sebuah tolak ukur dan standar supaya kita tidak jatuh dalam dosa menghakimi orang lain.
Jika kita melihat konteks dan kata dari Menghakimi kata yang digunakan untuk “menghakimi” adalah “κρίνετε” (krinete) yang memiliki makna tindakan menilai, mengkritik atau bahkan menghukum orang lain atas tindakan atau perilaku seseorang secara subjektif/sepihak, bukan atas dasar pertimbangan hukum/kebenaran. Kebenaran pribadi “Si penilai dan pengamat” yang menjadi tolak ukur …
Kita akan belajar kebenaran Firman Tuhan tentang Hal Menghakimi
- MENGHAKIMI SEDANG MENUNJUKKAN KUALITAS HATI KITA.
Hati yang tidak benar dihadapan Tuhan ditandai oleh kesombongan dan kepentingan diri sendiri. Individu yang bersikap menghakimi cenderung fokus pada kekurangan dan kesalahan orang lain, sehingga sulit bagi mereka untuk melihat dan memperbaiki diri sendiri. Mereka merasa benar dan sibuk dengan urusan orang lain, tanpa menyadari bahwa diri mereka sendiri memiliki kesalahan yang besar. Dalam upayanya untuk menjelaskan makna ini, Tuhan Yesus menggunakan gambaran Selumbar dan Balok, dua konsep berlawanan yang mencerminkan perilaku menghakimi. Orang yang menghakimi seakan-akan hanya mencari selumbar (sebuah ranting jerami kecil) pada orang lain, namun tidak menyadari bahwa dalam kehidupan mereka sendiri ada balok (sebuah potongan kayu besar) yang perlu diperhatikan.
- PENAWARNYA – MENGUBAH CARA UNTUK MEMANDANG DAN MENILAI
Ayat 2, Sebab ukuran yang kita pakai untuk mengukur/menilai/ menghakimi orang lain akan diukurkan kepada kita.
Dengan kata lain jika kita menyadari ukuran yang sudah diukurkan kepada kita, maka kitapun akan memakai ukuran itu bagi orang lain. Karena itu Ukuran apa yang kita pakai untuk mengukur diri kita? MARI kita mengukurnya dari sudut pandangan KASIH KARUNIA ALLAH. Setiap orang yang semakin menyadari dan menilai dirinya dengan sudut pandangan kasih karunia Allah maka ukuran yang sama yang akan diberikan kepada orang lain.
“judge” It is the violation of the law of love. Menghakimi adalah PELANGGARAN terhadap hukum kasih.
Perhatikan Nasehat dari Rasul Paulus :
2 Korintus 5:16 -18 Sebab itu kami tidak lagi menilai seorang juga pun menurut ukuran manusia. Dan jika kami pernah menilai Kristus menurut ukuran manusia, sekarang kami tidak lagi menilai-Nya demikian. Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang. Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diri-Nya dan yang telah mempercayakan pelayanan pendamaian itu kepada kami.
Memandang dari sudut pandang kasih karunia akan menuntun kita untuk memandang orang lain sama seperti Yesus memandang.
Ada sebuah Ilustrasi suatu saat ada sepasang suami istri yang sederhana, hidup dari menjual Gula merah atau gula batok yang Bulat dan menjualnya per 1 kilogram. Mereka menjualnya kepada pedagang di pasar, dan beberapa kali mereka menukarkan gula mereka dengan kebutuhan rumah tangga sehari-hari seperti beras, minyak dll. Selang beberapa waktu betapa terkejutnya sang pedagang ketika dia tidak sengaja menimbang gula merah dari sepasang suami istri tadi ternyata hanya 900 gram dan dia berpikir sudah berapa banyak kerugian yang ia terima. Tidak tunggu waktu lama si pedagang pergi ke rumah penjual gula merah, dan dia begitu marah menyebut bapak ini sebagai seorang yang tidak jujur dan penipu. Dengan ketakutan bapak ini meminta maaf dan menjawab, bapak saya meminta maaf, kami adalah keluarga yang sederhana, kami tidak punya timbangan untuk mengukur gula merah setiap kilonya. Kami mengukurnya memakai timbangan beras satu kilo yang saya beli dari toko bapak. Pedagang ini kaget dan dengan tertunduk malu dia meninggalkan keluarga ini.
Ingatlah ukuran yang kita pakai sedang diukurkan juga dalam kehidupan kita. Mari hari ini kita belajar untuk … menyadari diri kita dalam kasih karunia Allah dan menilai orang lain juga dalam sudut pandang kasih karunia Allah.
Memang terkadang terkesan “menjadi lebih baik, lebih benar” ketika menghakimi orang lain. Namun menghakimi adalah tindakan yang dikecam oleh Tuhan Yesus. Mari kita menjadi semakin mawas diri dan menyadari keberadaan diri kita sendiri.
Kiranya Roh Kudus akan senantiasa menolong dan memampukan kita untuk menjadi pelaku Firman Tuhan
YNP