“Sekuat Sesakit, Bertahan untuk Bertahan”
Renungan Harian Jumat, 13 September 2024
‘Sekuat Sesakit‘ berbicara tentang, dinamika kehidupan yang tidak mudah untuk dijalani namun harus tetap kuat. Ungkapan, Sekuat Sesakit SEIRAMA dengan kata TABAH, yaitu BERTAHAN untuk BERTAHAN.
BERTAHAN UNTUK BERTAHAN TABAH
ANGELA DUCKWORTH adalah profesor psikologi di University of Pennsylvania, dalam bukunya yang berjudul Grit mengemukakan: hal terpenting untuk sukses dan bahagia bukanlah bakat, melainkan KETABAHAN.
Sudah menjadi hal biasa bagi kita untuk memandang kesuksesan orang-orang tertentu di bidangnya karena orang tersebut memang berbakat, orang orang yang diberi karunia khusus sejak lahir dan itu yang membuatnya mencapai puncak dari bidang yang di kerjakan. Misalnya, “Si A sudah jago main musik karena memiliki bakat dari lahir, apalah saya yang ga punya bakat apa pun!” Pemikiran semacam ini tampak sangat rohani tetapi tanpa disadari menimbulkan keengganan untuk berusaha walau kemajuan kita tidak secepat yang dipandang berbakat itu.
Lebih jauh lagi, seakan kita menilai bahwa Tuhan sudah menentukan segelintir orang yang sangat sukses, beberapa agak sukses dan lebih banyak yang biasa-biasa saja bahkan gagal.
KETABAHAN sebagai bentuk kata benda dari kata TABAH
TABAH diterjemahkan dari kata hupomone memiliki makna determinatif “bertahan untuk bertahan”.
Makna determinatif, adalah makna yang mempunyai kekuatan atau kecenderungan untuk menentukan : cenderung untuk memperbaiki, menyelesaikan, atau mendefinisikan sesuatu.
Kata Hupomone berasal dari bahasa Yunani yang berarti “dengan penuh kesabaran dan ketabahan”. Hupomone secara sederhana dapat diterjemahkan sebagai “kemampuan untuk bertahan pada suatu posisi melampaui batasan waktu yang diharapkan. “Bukan sekedar “bertahan”, tapi lebih dari itu, didalam ketahanan itu terkandung ketabahan dan ketekunan. Hupomone menggambarkan sebuah ketenangan di tengah situasi yang kacau balau dan juga kemampuan memikul beban hingga titik atau tujuan tertentu.
Angela Duckworth dalam tulisannya mengatakan kepada kita, bahwa didalam ketabahan terbangun hasrat dan kegigihan, Ketabahan itu sendiri adalah tentang MEMILIKI HASRAT dan dengan KEGIGIHAN MENGEJAR HARAPAN dengan hebat, yang walaupun dalam pengejarannya membutuhkan waktu yang TIDAK SINGKAT serta penuh TANTANGAN yang TIDAK MUDAH
Mengutip dari William Barclay, seorang guru besar Fakultas Teologi Universitas Glasgow di Inggris, hupomone adalah sebuah sikap yang tabah dalam menjalani penderitaan dan berusaha mengubah hal yang sedang terjadi, yaitu penderitaan tersebut, menjadi hal yang mulia dan luhur.
Dalam 2 Tesalonika 3:5, Rasul Paulus memanjatkan sebuah doa, “Kiranya Tuhan tetap menujukan hatimu kepada kasih Allah dan kepada ketabahan Kristus”. Rasul Paulus MENGINGATKAN kepada jemaat di Tesalonika untuk meneladani ketabahan Kristus yang disebut hupomone, yaitu hidup dalam ketabahan dan ketekunan karena Kristus sendiri yang menjadi model serta modal perjuangan kita.
Sebagai MODEL, ketabahan Kristus kita teladani, dan sebagai MODAL, Kristus sendiri yang memberikan ketabahan dan kekuatan kepada kita.
KETABAHAN berkaitan erat dengan IMAN PERCAYA. Ketabahan merupakan EKSPRESI iman orang percaya yang memperoleh KETELADANAN dari sikap Yesus Kristus, dimana Pengalaman Yesus saat menghadapi pencobaan di padang gurun, hal tersebut berbicara kuat mengenai KETABAHAN.
“Ketika selesai berpuasa selama 40 hari lamanya Ia tetap bertahan walaupun iblis dengan segala daya upayanya mencobai Yesus”
PEPERANGAN KITA
Matius 10:16-23 “ Seperti domba ditengah – tengah serigala “
“Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. Tetapi waspadalah terhadap semua orang; karena ada yang akan menyerahkan kamu kepada majelis agama dan mereka akan menyesah kamu di rumah ibadatnya. Dan karena Aku, kamu akan digiring ke muka penguasa-penguasa dan raja-raja sebagai suatu kesaksian bagi mereka dan bagi orang-orang yang tidak mengenal Allah. Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga. Karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu.
Orang akan menyerahkan saudaranya untuk dibunuh, demikian juga seorang ayah akan anaknya. Dan anak-anak akan memberontak terhadap orang tuanya dan akan membunuh mereka. Dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku; tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat. Apabila mereka menganiaya kamu dalam kota yang satu, larilah ke kota yang lain; karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sebelum kamu selesai mengunjungi kota-kota Israel, Anak Manusia sudah datang.” Ungkapan “Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala” mengisyaratkan tantangan yang akan dihadapi para murid dalam tugas pengutusan mereka. Mereka akan mengalami bahaya, penganiayaan, penolakan, dan ejekan dari orang-orang di sekitar mereka. Yesus tidak menyembunyikan kenyataan bahwa dengan mengikuti Dia, orang akan mengalami banyak cobaan dan tantangan. Sejak dari awal jemaat Kristen telah menghadapi penganiayaan yang keras. Saksinya adalah darah para martir yang menyirami tanah berbagai negara di dunia ini. Kisah tentang penolakan dan penganiayaan atas nama agama dewasa ini juga tidak kalah mengerikan. Sampai sekarang kita berhadapan dengan intoleransi, ketidakpedulian, dan ketidakadilan.
Berhadapan dengan situasi ini, Yesus menegaskan tiga hal.
Pertama, Yesus meminta kita untuk “cerdik seperti ular.” Melalui ungkapan ini, Ia mengajak kita agar bersikap kreatif sehingga memungkinkan keberhasilan proses kesaksian iman di tengah dunia modern. Hari ini, di tengah tuntutan dunia yang semakin menjadi-jadi, ide-ide baru, gebrakan baru, dan cara-cara baru untuk mengomunikasikan pesan Injil sangat dibutuhkan.
Kedua, Yesus juga meminta kita untuk “tulus seperti merpati.” Dengan segala kebijaksanaan dan kecerdikan serta daya kreasi dalam menghadirkan kasih Allah ke tengah dunia, setiap kita dituntut untuk membangun semangat kejujuran, kesederhanaan, dan kerendahan hati.
Ketiga, Yesus menasihati kita untuk tidak khawatir tentang apa yang harus kita ungkapkan karena “bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu;. Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu.” Sejatinya, dalam seluruh usaha dan tanggung jawab yang kita emban, kita perlu sadar akan kenyataan bahwa Roh Kudus akan selalu menggerakkan kita untuk tetap setia dan penuh hasrat dalam menjalani perjuangan dalam hidup ini
Seluruh kemampuan yang kita miliki merupakan buah dari karunia-karunia Roh Kudus yang dianugerahkan Allah. Rohlah yang mengubah hati, bukan daya manusiawi kita sendiri.
Oleh karena itu, mari kita berjuang sekuat mungkin, walau sesakit apapun tantangan yang kita harus hadapi, marilah kita tetap menjaga hasrat dan kegigihan untuk mengerjakan panggilan yang Tuhan percayakan dalam hidup kita.
Pdt. Budi Wahono
Bacaan Alkitab hari ini : Kitab Ester pasal 1 dan 2