Semua Sia-sia Tanpa Tuhan

October 11, 2022 0 Comments

Renungan Harian Selasa, 11 Oktober 2022

Bacaan: Pengkhotbah 1: 1-11

Syalom Bapak Ibu Saudara yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus . . . . .

William Sidis, seorang anak yang terlahir dari ayah yang seorang ilmuwan dan ibu keturunan Yahudi-Rusia, Sidis tumbuh sebagai anak jenius. IQ-nya kira-kira 260. Dinobatkan sebagai seorang yang paling cerdas yang pernah ada. Umur 11 sudah menjadi mahasiswa Harvard. Menguasai kurang lebih 40 bahasa. Dengan potensi yang demikian besar, Anda tentu mungkin membayangkan Sidis menjadi “orang besar.” Namun dugaan Anda ini keliru. Seumur hidupnya, Sidis hanya kerja serabutan. Tidak pernah meninggalkan “jejak” yang diingat dunia. Dia juga tertekan dengan pola pendidikan ayahnya, yang menginginkannya menjadi “orang besar.” Tragisnya, dia mati dalam kemiskinan dan kesendirian. Sungguh, betapa hidupnya berakhir dengan sia-sia.

Kitab ini dibuka dengan memaparkan sebuah fenomena yang “menakutkan” tentang hidup manusia. Yaitu, hidup manusia sebenarnya fana (sementara dan tidak kekal). Pengkhotbah adalah seorang yang merenungkan secara mendalam arti hidup manusia dari mengamati berbagai peristiwa yang terjadi di bawah matahari. Ia tiba pada kesimpulan yang mengejutkan. Semuanya sia-sia. Pengkhotbah menggambarkannya dengan istilah hebel (diterjemahkan sebagai “kesia-siaan”). Secara literal, hebel bisa diartikan sebagai uap atau nafas. Secara metaforis, hebel bisa diartikan sebagai kesia-siaan (meaningless) atau kesementaraan (temporary). Hidup seperti uap, yang mudah hilang dan kita tidak akan menemukan apapun yang sejati di dalamnya.

Apapun yang kita kejar dalam dunia ini semuanya fana. Ia sungguh menegaskan bahwa hidup ini amat sangant sia-sia. Manusia lahir lalu mati, demikian seterusnya. Hari lepas hari lewat, berbagai peristiwa alam bergulir rutin. Semuanya berulang tanpa makna.

Sia-siakah hidup kita?

Inilah yang menjadi inti pembicaraan Pengkhotbah dalam bagian ini. Jika hanya fokus pada dunia ini (dan terlepas dari Tuhan), manusia tidak akan menemukan hidup yang bermakna. Oleh sebab itu, untuk dapat menjalani hidup yang bermakna, kita harus memprioritaskan Tuhan (“takut akan Tuhan” dalam Pkh. 12:13 dan “melakukan perintah-Nya” dalam Mat. 6:33 BIMK).

Jadi bapak ibu saudara sekalian, prioritaskan Tuhan dan jadikan Kristus menjadi pusat dari segala yang kita kerjakan dan kiranya seturut kehendak Tuhan dan untuk memuliakan Tuhan.

Sehingga hidup kita tidak akan menjadi sia-sia dengan mengejar semuanya fana tetapi hidup didalam Tuhan akan menjadikan hidup ini penuh dengan makna

Hidup hanya sekali dan itu pun cepat berlalu; hanya apa yang kita lakukan bagi Kristuslah yang akan bertahan (C.T. Studd)

Tuhan Yesus Memberkati

TC

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *