Bukan untuk Menyenangkan Manusia

November 7, 2024 0 Comments

Renungan harian Kamis, 07 November 2024

Nats: Galatia 1:10  Jadi bagaimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus.

Selama kita hidup di dunia ini, kita tidak bisa menghindari penilaian dari orang lain. Setiap perkataan dan tindakan kita selalu diperhatikan, entah itu oleh teman, keluarga, atau orang-orang di sekitar kita. Orang bisa saja menilai kita dari cara berbicara, berpenampilan, atau berinteraksi. Terkadang, penilaian tersebut mungkin terasa baik, tapi tidak jarang pula yang berupa kritik atau pandangan negatif. Bahkan, sebaik apa pun yang kita lakukan, ada saja orang yang mencari-cari kekurangan. Akibatnya, banyak dari kita merasa takut untuk melakukan hal-hal tertentu karena khawatir dengan pandangan orang lain, takut ditolak, atau bahkan dikritik. Pada akhirnya, tanpa sadar kita mengorbankan banyak hal—bahkan jati diri kita—demi menyenangkan orang lain.

Namun, dalam Galatia 1:10, Rasul Paulus mengingatkan kita bahwa tujuan hidup kita bukanlah untuk menyukakan manusia, tetapi menyukakan Tuhan. Kita adalah hamba dan pelayan Tuhan, dan apa pun yang kita lakukan, seharusnya berfokus pada kehendak-Nya, bukan pada pandangan atau penilaian manusia.

Surat Galatia ditulis Paulus kepada jemaat di Galatia yang mengalami krisis iman karena ajaran palsu. Ada guru-guru palsu yang berusaha meyakinkan jemaat bahwa selain percaya kepada Kristus, mereka juga harus menaati hukum Taurat untuk memperoleh keselamatan. Paulus menganggap masalah ini serius karena menambah syarat untuk menerima kasih karunia Tuhan berarti menyangkal karya keselamatan oleh Kristus di kayu salib.

Paulus menulis dengan tegas bahwa keselamatan hanya datang melalui iman kepada Yesus, bukan dengan perbuatan atau aturan manusia. Dalam

Galatia 1:10, ia mempertegas bahwa motivasinya bukanlah untuk menyukakan manusia atau mengikuti opini publik, melainkan untuk menyenangkan Allah dan menyampaikan kebenaran Injil. Paulus menyadari bahwa upaya untuk berkenan kepada manusia akan menghambat panggilan sejatinya sebagai hamba Kristus. Ia tidak akan mengorbankan kebenaran Injil demi mendapatkan penerimaan manusia.

Ingatlah Identitas Kita di dalam Tuhan

Sebagai orang percaya, identitas kita ada di dalam Kristus. Kita adalah ciptaan yang berharga di mata Tuhan, yang dikasihi oleh-Nya. Tuhan menanamkan nilai dan karakter-Nya dalam diri kita, dan kita dipanggil untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya.

Yesaya 43:4 mengingatkan bahwa kita berharga di mata Tuhan, dan kasih-Nya kepada kita sangat besar. Ini adalah kebenaran yang perlu kita pegang erat-erat dalam hati dan pikiran kita.

Jika kita melupakan siapa kita di dalam Tuhan, kita akan mudah terpengaruh oleh penilaian manusia. Kita bisa menjadi lemah dan kehilangan percaya diri ketika dikritik atau dinilai negatif. Tapi, jika kita sudah menghidupi identitas kita sebagai anak Tuhan dan memahami betapa berharga kita bagi-Nya, kita tidak akan mudah terombang-ambing oleh pandangan orang lain.

Menggunakan Kritik sebagai Kesempatan untuk Bertumbuh

Ketika kita memahami bahwa kita hidup untuk menyukakan Tuhan, bukan manusia, kita akan bisa melihat kritik atau penilaian orang lain dari sudut pandang yang berbeda. Bukan lagi sebagai ancaman yang menakutkan, tetapi sebagai kesempatan untuk belajar dan bertumbuh. Kita bisa bersikap reseptif (terbuka) terhadap feedback/masukan, menerima dengan bijaksana, lalu menimbangnya berdasarkan kebenaran Firman Tuhan.

Kritik yang benar, jika disaring dengan cara yang sehat, bisa membantu kita menjadi lebih baik dan semakin serupa dengan Kristus. Ketika kita menerima masukan dengan hati yang tenang dan terbuka, kita belajar untuk tidak defensif. Dengan cara ini, kita tetap fokus pada tujuan kita untuk menyukakan Tuhan, bukan manusia.

Hidupi identitas yang telah Tuhan berikan kepadamu. Fokuslah pada menyukakan Tuhan dengan melakukan Firman-Nya, bersikap reseptif terhadap feedback, dan mengujinya berdasarkan kebenaran Firman Tuhan.

“Tidak ada rasa takut akan penghakiman bagi orang yang menilai dirinya sendiri berdasarkan Firman Tuhan.” — Howard G. Hendricks

Seperti Paulus, kita hidup dalam masyarakat yang memiliki pandangan dan nilai-nilai yang berbeda dengan kebenaran Tuhan. Kita mungkin merasa terbebani untuk memenuhi ekspektasi orang lain, dari keluarga, teman, hingga media sosial. Tantangan ini bisa membuat kita tergoda untuk mengorbankan prinsip iman agar diterima oleh lingkungan kita. Namun, Galatia 1:10 mengingatkan kita bahwa fokus kita bukanlah untuk menyenangkan manusia, tetapi menyukakan Tuhan.

Menjadi pngikut Kristus berarti kita hidup sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan, meskipun hal itu mungkin membuat kita tampak berbeda atau bahkan ditolak oleh dunia. Tidak berarti kita mengabaikan atau tidak menghargai pendapat orang lain, tetapi kita harus selalu kembali pada kebenaran Tuhan sebagai fondasi hidup kita.

Tuhan Yesus memberkati

YNP

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *