“Tenang dan percaya adalah sebuah kekuatan”

Renungan Harian Rabu, 22 November 2022
Bacaan: Yesaya 30:15, Sebab beginilah firman Tuhan ALLAH, Yang Mahakudus, Allah Israel: ”Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu.” Tetapi kamu enggan.
Seorang pendaki gunung bersiap-siap melakukan pendakian. Di punggungnya ada ransel dan beragam carabiner (pengait) yang tampak bergelantungan, juga tali temali yang digulung melingkar di bahunya, persiapan yang lengkap. Kini, dihadapannya menjulang sebuah gunung salju yang tinggi. Mulailah pendaki itu melangkah, menapaki jalan-jalan bersalju yang terbentang di hadapannya. Tongkat berkait yang disandangnya, mulai menancap setiap kali ia mengayunkan langkah. Setelah beberapa jam berjalan, mulailah ia menghadapi dinding yang terjal, tak mungkin baginya untuk terus melangkah, dipersiapkannya tali temali dan pengait di punggungnya. Setelah beberapa kait ditancapkan, tiba-tiba terdengar gemuruh yang datang dari atas, dan badai salju yang hebat datang tanpa di sangka. Longsoran salju tampak deras menimpa tubuh sang pendaki. Bongkahan-bongkahan salju yang mengeras terus berjatuhan disertai deru angin yang membuat tubuhnya terhempas ke arah dinding.
Badai itu terus berlangsung selama beberapa menit, namun untunglah tali-temali dan pengait telah menyelamatkan tubuhnya dari dinding yang curam itu. Semua perlengkapannya telah lenyap, hanya ada sebuah pisau yang ada di pinggangnya, kini ia tampak tergantung terbalik di dinding yang terjal itu, pandangannya kabur, karena semuanya tampak memutih, ia tidak tahu dimana ia berada. Di tengah kecemasannya ia mulai berdoa, memohon kepada Tuhan agar diselamatkan dari bencana ini, mulutnya terus bergumam, berharap pada pertolongan Tuhan. Suasana hening setelah badai, terdengar suara dari hati kecilnya, “potong tali itu, potong tali itu.” Sang pendaki bingung, apakah ini perintah dari Tuhan? Tapi bagaimana mungkin memotong tali yang telah menyelamatkannya, sementara dinding ini begitu terjal? Pandanganku terhalang oleh salju ini, bagaimana aku bisa tahu keadaan di bawah? Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan dalam hatinya. Akhirnya setelah merasa tidak ada pilihan lagi, ia menenangkan hati, memompa keberaniannya, dan ia mulai memotong tali yang menggantung tubuhnya, ia terbanting hanya setinggi satu meter dari hamparan salju lembut di bawahnya. Ia selamat dari maut.
Kerajaan Yehuda sedang panik di saat itu. Di tengah krisis, mereka sibuk mencari pertolongan dengan caranya sendiri. Mereka memutuskan untuk berlindung kepada bangsa lain yang mereka pikir lebih kuat daripada bangsa penyerang. Mereka mencari perlindungan kepada Mesir dan melupakan Allah (2). Padahal, Allah menginginkan agar mereka tetap tenang dan percaya kepada-Nya. Firman Allah yang datang kepada mereka mengingatkan bahwa berharap kepada Mesir dan kekuatan perangnya hanya akan membuat mereka malu, sebab Mesir tidak akan berdaya menghadapi Asyur (3, 7). Allah menyebut mereka sebagai anak-anak pemberontak, sebab sekalipun mereka adalah anak-Nya tetapi mereka tidak mau mendengarkan suara-Nya yang datang melalui nabi-Nya. Justru mereka membungkam dan mengusir nabi itu (10-11). Saat Allah meminta mereka tinggal tenang dan berharap kepada-Nya, Orang-orang Yehuda justru sibuk dengan kepanikannya.
Tenang dan Percaya
Tenang dan percaya adalah sebuah kekuatan. Jika manusia membiasakan kemampuan alaminya dengan meneduhkan hati dan mendengarkan suara Allah yang patut ia dengar dan menyatakan bahwa ada Allah yang mampu mengatasi segenap persoalan (Roma 10:17). Maka hal tersebut menimbulkan iman percayanya yang kemudian berusaha ia pahami bahwa benar adanya dan dipergunakan dalam praktik hidup dalam mengatasi persoalan.
Bukakah dalam berdiam diri pendengaran kita dipertajam untuk mendengar suara Allah?. Para murid Yesus yang mengalami kesulitan yang serius, ketika dalam perjalanannya kapalnya harus berhadapan dengan hantaman ombak. Kapalpun oleng dan nyaris tenggelam terhadap (Markus 4:36-41).
Dalam kondisi seperti itu, Yesus berkata kepada badai dan topan itu;”Diam dan Tenanglah”. Dan Yesus berkata kepada murid-Nya adalah supaya mereka dapat tenang dan percaya, dan badai topan itu menjadi teduh taat kepada suara Tuhan.
Tenang dan percaya adalah sebuah kekuatan.
Di tengah kegaduhan, makin maraknya situasi kesulitan saat ini membuat manusia makin berusaha dengan caranya, seperti kata Yesaya, “ Tetapi kamu enggan, kamu berkata kami mau naik kuda dan lari cepat,”(Yes 30:16). Ini ciri manusia yang sudah tenggelam dengan kegaduhan situasi. Bukan suara kebenaran Allah tidak ada tetapi kegaduhan itu justru yang membuatnya tidak bisa berdiam diri dan percaya yang akibatnya berlari dengan cara-cara manusia naik kuda yang bisa berlari dengan cepat akibatnya akan lenyap dia.
Kita pasti pernah mengalami peristiwa yang berat dalam hidup ini. Pada saat seperti itu, kita punya dua pilihan.
Pertama, kita bereaksi terhadap kepanikan dan berpikir pendek mengenai penyelesaian masalah sesegera mungkin.
Kedua, kita merespons dengan berhenti sejenak untuk menenangkan diri, berdoa memohon pertolongan Allah dan hikmat-Nya.
Cara pertama akan mendorong kita untuk mengambil pilihan yang tidak cermat bahkan tidak sesuai dengan kehendak Allah. Cara kedua akan memberi kesempatan kepada Allah untuk bekerja menolong dan membuat kita berpikir jernih.
Jadi, seperti kata Maya Anggelo seorang penasehat Gedung Putih, memberi nasehat, semua bergantung pada kita dan bagaimana kita memperlakukan semua tantangan dan persolan yang terjadi itu. Kita mau memilih jalannya sendiri? Kemudian mencari jalan yang cepat dan bisa berlari dengan hebat yang seperti dikatakan oleh Yesaya kepada bangsa Israel itu, akhirnya lenyap.
Atau dengan pilihan kerendahan hati, memilih dengan bertobat dan berdiam diri, cara ini justru kataTuhan, disitu kekuatanmu. Roh Kudus kiranya terus mengingatkan kita.
Tuhan Yesus memberkati.
CM