TERTINDAS ITU BAIK

Renungan Harian Youth, Kamis 04 Agustus 2022
Syalom, selamat pagi rekan-rekan Youth. Apa kabarnya hari ini? Semoga kita semua sehat selalu dan dalam lindungan Tuhan.
Sebagai anak muda pastinya setiap kita mempunyai reaksi yang bermacam-macam ketika menghadapi masalah-masalah, persoalan, atau tekanan dalam kehidupan kita. Tekanan tersebut dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, misalnya dilingkungan sekolah, lingkungan kerja, ataupun keluarga. Ketika masalah atau tekanan datang dalam kehidupan kita, apa reaksi kita? Contohnya, ketika kita dinasehati orang tua, mungkin ada yang suka membanting pintu sembarangan. Atau ketika ditegur, malah kabur dari rumah. Tetapi sebaliknya; ada juga yang dapat menghadapi masalah, penderitaan dan tekanan tersebut dengan baik.
Mazmur 119:7 mengatakan,” Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu.”
Pengakuan seorang Raja Daud ketika menghadapi masalah dan tekanan dan penindasan dalam kehidupannya, bahwa ketika ia tertindas, Daud mengatakan itu “baik”. Ada banyak pelajaran yang bisa kita peroleh melalui penderitaan, masalah, atau tekanan dalam kehidupan. Dan Daud menyadari hal itu. Ketika ia mengalami penderitaan tersebut, Daud menanggapi dengan positif. Karena didalam ayat sebelumnya (mazmur 119:67) Daud menuliskan bahwa sebelum dia tertindas, dia menyimpang. Oleh sebab itu Daud menyadari bahwa ketika ia diperhadapkan dengan masalah, penindasan dan tekanan, itu adalah baik bagi kehidupannya. Daud mengerti apa yang menjadi tujuan Tuhan dalam hidupnya.
Daud tahu bahwa tujuan ia mengalami penderitaan dan tekanan tersebut adalah supaya ia belajar ketetapan-ketetapan Tuhan, belajar hukum-hukum Tuhan, belajar apa maunya Tuhan dalam kehidupannya.
Sebuah ilustrasi yang mungkin pernah kita dengar; seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan menanyakan mengapa hidup ini terasa begitu berat baginya. Ia tidak tahu bagaimana menghadapinya dan hampir menyerah. Ia sudah lelah untuk berjuang. Sepertinya setiap kali satu masalah selesai, timbul masalah baru. Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Ia mengisi 3 panci dengan air dan menaruhnya di atas api. Setelah air di panci-panci tersebut mendidih. Ia menaruh wortel di dalam panci pertama, telur di panci kedua dan ia menaruh kopi bubuk di panci terakhir. Ia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata. Si anak membungkam dan menunggu dengan tidak sabar, memikirkan apa yang sedang dikerjakan sang ayah. Setelah 20 menit, sang ayah mematikan api. Ia menyisihkan wortel dan menaruhnya di mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk yang lain, dan menuangkan kopi di mangkuk lainnya.
Lalu ia bertanya kepada anaknya, “Apa yang kau lihat, nak?” “Wortel, telur, dan kopi” jawab si anak. Ayahnya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel itu. Ia melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak. Ayahnya lalu memintanya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia mendapati sebuah telur rebus yang mengeras. Terakhir, ayahnya memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika mencicipi kopi dengan aromanya yang khas. Setelah itu,si anak bertanya, “Apa arti semua ini, Ayah?” Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi kesulitan yang sama, perebusan, tetapi masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda. Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus,wortel menjadi lembut dan lunak. Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras. Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik. Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi merubah air tersebut. “Kamu termasuk yang mana?,” tanya ayahnya. “Ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana kau menghadapinya? Apakah kamu wortel, telur atau kopi?”
Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu adalah wortel yang kelihatannya keras, tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah, menjadi lunak dan kehilangan kekuatanmu. Apakah kamu adalah telur, yang awalnya memiliki hati lembut? Dengan jiwa yang dinamis, namun setelah adanya tekanan, patah hati, kesulitan atau penderitaan menjadi keras dan kaku. Ataukah kamu adalah bubuk kopi? Bubuk kopi merubah air panas, sesuatu yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasanya yang maksimal pada suhu 100 derajat Celcius. Ketika air mencapai suhu terpanas, kopi terasa semakin nikmat. Jika kamu seperti bubuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk, kamu akan menjadi semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga membaik.
Nah, teman-teman milikilah reaksi yang baik terhadap penindasan, tekanan, ataupun penderitaan yang sedang kalian alami. Seperti Raja Daud, yang memiliki reaksi yang baik terhadap penindasan, penderitaan dan tekanan dalam hidupnya, karena ia mengerti tujuan dari tekanan yang ia alami. Kenapa Daud dapat bereaksi dengan baik terhadap penindasan dan tekanan dalam kehidupannya? Kuncinya terdapat dalam Mazmur 119:70b,”…Tetapi aku, Taurat-Mu ialah kesukaanku.”
Kesukaan akan taurat Tuhan menuntun kita bereaksi yang baik terhadap masalah, penderitaan, tekanan dan penindasan dalam kehidupan.
Tuhan memberkati
MW – SCW