MENGELOLA KEKAYAAN

Renungan Harian Youth, Senin 18 Maret 2024
(apa yg bernilai, dan apa yang dipercayakan ), dengan SETIA dan rasa CUKUP
KEKAYAAN … Apa itu kekayaan ? Banyak orang yang salah mengartikan tentang sebuah kekayaan atau kata kaya, masyarakat awam pasti berpandangan bahwa kaya itu adalah orang yang mempunyai banyak harta, banyak uang, banyak mobil, banyak perusahaan, banyak sawah dan banyak lahan padahal tidak sperti itu
Menurut Adrian Sutedi, penulis buku “ hak atas kekayaan intelektual “ Dalam bukunya “ kekayaan merupakan abstraksi( abstraksi adalah proses representasi data dan program dalam bentuk sama dengan pengertiannya ) yang dapat dimiliki, diahlihkan, dibeli maupun dijual. Adapun kekayaan intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra gubahan lagu, karya tulis dan lain sebagainya.
KEKAYAAN, itu Ada yang nyata terlihat, sebagai kekayaan materi. Ada juga kekayaan intelektual yang tidak terlihat namun tersimpan sebagai sebuah potensi nyata.
Setiap manusia, DIBERIKAN kekayaan sebagai Anugerah yang diPERCAYAKAN TUHAN kepada setiap ciptaanNya
Jadi, Setiap kita DIBERI dan DIPERCAYAKAN “ KEKAYAAN “
NAMUN……KEKAYAAN yang DIPERCAYAKAN harus DIKELOLA. Sebab TUHAN adalah pemilik (owner), pengendali (controller), penyedia (provider). Setelah memahami bagian Tuhan, maka memahami bagian kita dalam mengelola adalah hal yang sama pentingnya.
PERAN kita adalah MENGELOLA apa yang sudah Tuhan PERCAYAKAN:
Kejadian 41 : 48, YUSUF, sang PENGELOLA
Bagaimana ? Menjadi Hamba yang Dipercaya (steward)
Saat kita mengerti bahwa Tuhan adalah pemilik segalanya, maka kita juga secara otomatis menjadi hamba yang dipercaya untuk mengatur segala sesuatu (steward). Seperti Yusuf sebagai ‘orang kepercayaan’, kita tidak akan sembarangan mengelola apa yang sudah dipercayakan oleh Tuhan.
Di satu pihak, beban yang untuk ‘memiliki’ juga telah Tuhan angkat, karenanya kita tidak takut kehilangan. Kita hanya perlu menjalankan dan mengelola apa yang dipercayakan dengan setia dan bertanggung jawab.
(5) apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? (6) Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat (7) Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya. (Maz 8:5-7)
Setia dalam segala hal (faithful)
Sebagai hamba yang dipercaya, kita harus setia dengan apapun yang dipercayakan. Kita harus terbukti di hadapan Tuhan dan di hadapan sesama kita, bahwa kita dapat dipercaya dan terbukti setia.
Yang akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat dipercayai. (1 Kor 4:2)
Bukan soal banyak atau sedikit jumlahnya, semua yang sudah dipercayakan kepada kita, kita harus mengelolanya dengan baik.
Seperti perumpaan tentang talenta.
(14) “Sebab hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka. (15) Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat. (21) Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara (Mat 25:14-15, 21)
Kedua hamba yang menerima dua talenta dan lima talnta menerima pujian dan penghargaan yang sama karena mereka telah mengusahaan dengan setia dan bertanggung jawab. Yang menjadi tolok ukur Tuhan dalam mengelola apa yang dipercayakan, bukanlah jumlahnya, melainkan kesetiaan dan tanggung jawab. Hamba yang diberikan satu talenta tidak melakukan apapun. Oleh karena itulah dia juga tidak menerima apapun, bahkan apa yang dia punya diambil daripadanya.
Mencukupkan diri dalam segala hal (be content)
Rasa cukup itu adalah KESEIMBANGAN yang harus DIBANGUN
(11) Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala KESEIMBANGAN yg harus DIBANGUN keadaan. (12) Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan. (Filipi 4:11-12)
Ternyata untuk mencukupkan diri (be content), kita harus belajar. Bahkan Rasul Paulus pun sangat mengerti hal ini karena dia sudah melewati berbagai macam keadaan, baik susah maupun senang.
Tetapi rahasia terbesar untuk kita dapat bertahan dan ‘menanggung segala perkara’ adalah kita belajar mencukupkan diri, dan bergantung kepada Yesus yang memberi kekuatan
Menerima KEPERCAYAAN untuk MENJADI BERKAT melalui PENGELOLAAN
EYC 160423 – YDK